Monday, May 16, 2011

Tafsir Naratif Daniel 6:1-29

SPIRITUALITAS DI TENGAH ANCAMAN BAHAYA
    1.      Teks Daniel 6:1-29
(1) Darius, orang Media, menerima pemerintahan ketika ia berumur enam puluh dua tahun. (2)Lalu berkenanlah Darius mengangkat seratus dua puluh wakil-wakil raja atas kerajaannya; mereka akan ditempatkan di seluruh kerajaan; (3) membawahi mereka diangkat pula tiga pejabat tinggi, dan Daniel adalah salah satu dari ketiga orang itu; kepada merekalah para wakil-wakil raja harus memberi pertanggungan jawab, supaya raja jangan dirugikan. (4) Maka Daniel ini melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja itu, karena ia mempunyai roh yang luar biasa; dan raja bermaksud untuk menempatkannya atas seluruh kerajaannya.
(5) Kemudian para pejabat tinggi dan wakil raja itu mencari alasan dakwaan terhadap Daniel dalam hal pemerintahan, tetapi mereka tidak mendapat alasan apapun atau sesuatu kesalahan, sebab ia setia dan tidak ada didapati sesuatu kelalaian atau sesuatu kesalahan padanya. (6) Maka berkatalah orang-orang itu: "Kita tidak akan mendapat suatu alasan dakwaan terhadap Daniel ini, kecuali dalam hal ibadahnya kepada Allahnya!"
(7) Kemudian bergegas-gegaslah para pejabat tinggi dan wakil raja itu menghadap raja serta berkata kepadanya: "Ya raja Darius, kekallah hidup tuanku! (8) Semua pejabat tinggi kerajaan ini, semua penguasa dan wakil raja, para menteri dan bupati telah mufakat, supaya dikeluarkan kiranya suatu penetapan raja dan ditetapkan suatu larangan, agar barangsiapa yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali kepada tuanku, ya raja, maka ia akan dilemparkan ke dalam gua singa. (9) Oleh sebab itu, ya raja, keluarkanlah larangan itu dan buatlah suatu surat perintah yang tidak dapat diubah, menurut undang-undang orang Media dan Persia, yang tidak dapat dicabut kembali." (10) Sebab itu raja Darius membuat surat perintah dengan larangan itu.
(11) Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya. (12) Lalu orang-orang itu bergegas-gegas masuk dan mendapati Daniel sedang berdoa dan bermohon kepada Allahnya.
(13) Kemudian mereka menghadap raja dan menanyakan kepadanya tentang larangan raja: "Bukankah tuanku mengeluarkan suatu larangan, supaya setiap orang yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali kepada tuanku, ya raja, akan dilemparkan ke dalam gua singa?" Jawab raja: "Perkara ini telah pasti menurut undang-undang orang Media dan Persia, yang tidak dapat dicabut kembali." (14) Lalu kata mereka kepada raja: "Daniel, salah seorang buangan dari Yehuda, tidak mengindahkan tuanku, ya raja, dan tidak mengindahkan larangan yang tuanku keluarkan, tetapi tiga kali sehari ia mengucapkan doanya." (15) Setelah raja mendengar hal itu, maka sangat sedihlah ia, dan ia mencari jalan untuk melepaskan Daniel, bahkan sampai matahari masuk, ia masih berusaha untuk menolongnya. (16) Lalu bergegas-gegaslah orang-orang itu menghadap raja serta berkata kepadanya: "Ketahuilah, ya raja, bahwa menurut undang-undang orang Media dan Persia tidak ada larangan atau penetapan yang dikeluarkan raja yang dapat diubah!" (17) Sesudah itu raja memberi perintah, lalu diambillah Daniel dan dilemparkan ke dalam gua singa. Berbicaralah raja kepada Daniel: "Allahmu yang kausembah dengan tekun, Dialah kiranya yang melepaskan engkau!" (18) Maka dibawalah sebuah batu dan diletakkan pada mulut gua itu, lalu raja mencap itu dengan cincin meterainya dan dengan cincin meterai para pembesarnya, supaya dalam hal Daniel tidak dibuat perubahan apa-apa. (19) Lalu pergilah raja ke istananya dan berpuasalah ia semalam-malaman itu; ia tidak menyuruh datang penghibur-penghibur, dan ia tidak dapat tidur.
(20) Pagi-pagi sekali ketika fajar menyingsing, bangunlah raja dan pergi dengan buru-buru ke gua singa; (21) dan ketika ia sampai dekat gua itu, berserulah ia kepada Daniel dengan suara yang sayu. Berkatalah ia kepada Daniel: "Daniel, hamba Allah yang hidup, Allahmu yang kausembah dengan tekun, telah sanggupkah Ia melepaskan engkau dari singa-singa itu?" (22) Lalu kata Daniel kepada raja: "Ya raja, kekallah hidupmu! (23) Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap tuanku, ya raja, aku tidak melakukan kejahatan." (24) Lalu sangat sukacitalah raja dan ia memberi perintah, supaya Daniel ditarik dari dalam gua itu. Maka ditariklah Daniel dari dalam gua itu, dan tidak terdapat luka apa-apa padanya, karena ia percaya kepada Allahnya. (25) Raja memberi perintah, lalu diambillah orang-orang yang telah menuduh Daniel dan mereka dilemparkan ke dalam gua singa, baik mereka maupun anak-anak dan isteri-isteri mereka. Belum lagi mereka sampai ke dasar gua itu, singa-singa itu telah menerkam mereka, bahkan meremukkan tulang-tulang mereka.
(26) Kemudian raja Darius mengirim surat kepada orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa, yang mendiami seluruh bumi, bunyinya: "Bertambah-tambahlah kiranya kesejahteraanmu! (27) Bersama ini kuberikan perintah, bahwa di seluruh kerajaan yang kukuasai orang harus takut dan gentar kepada Allahnya Daniel, sebab Dialah Allah yang hidup, yang kekal untuk selama-lamanya; pemerintahan-Nya tidak akan binasa dan kekuasaan-Nya tidak akan berakhir. (28) Dia melepaskan dan menolong, dan mengadakan tanda dan mujizat di langit dan di bumi, Dia yang telah melepaskan Daniel dari cengkaman singa-singa." (29) Dan Daniel ini mempunyai kedudukan tinggi pada zaman pemerintahan Darius dan pada zaman pemerintahan Koresh, orang Persia itu.
 
2.      Inti Kisah
Secara singkat diceritakan bahwa Darius mengangkat para wakil raja, dan di atas mereka ada tiga orang yang mengepalai, termasuk Daniel. Karena Daniel memiliki kualifikasi yang sangat baik, raja hendak mengangkat Daniel menjadi pemimpin mereka. Para wakil raja ini merasa cemburu, lalu mengadakan persepakatan untuk menyingkirkan Daniel. Mereka mengusulkan kepada raja untuk membuat larangan menyembah kepada dewa atau ilah lain, selain raja. Daniel ternyata tetap menyembah Allahnya, sehingga ia harus dihukum dengan dimasukkan ke dalam gua singa. Ternyata Daniel tidak dimakan singa. Lalu raja memberi perintah untuk mengeluarkan Daniel dan para wakil raja yang seratus dua puluh itu dilemparkan ke dalamnya. Maka mereka semua mati, sedang Daniel mendapatkan kekuasaan tinggi di kerajaan, serta raja mengumumkan bahwa semua orang harus takut dan gentar kepada Allahnya Daniel.
3.      Setting
Kisah dalam Daniel 6 ini mengambil setting tempat di istana kerajaan Media. Secara khusus cerita ditempatkan di pusat kekuasaan kerajaan Media. Peralihan tempat bergerak dari istana, kemudian ke suatu tempat tertentu dimana para wakil raja berunding tanpa diketahui raja, kemudian beralih ke rumah Daniel, kembali ke istana raja, lalu mencapai klimaks di gua singa, dan kemudian berakhir dengan seluruh wilayah kekuasaan kerajaan Media.
Setting dimulai dari istana raja. Kemungkinan besar terdapat ruang khusus dimana singgasana raja berada, yang merupakan tempat raja berbicara dengan para wakilnya. Para wakil raja tersebut masuk ruang ini bila dipanggil oleh raja. namun, bisa saja karena urusan tertentu, wakil raja dapat masuk ruang ini dan bertemu dengan raja (ay.7). Tampaknya ruang istana ini bukan merupakan tempat yang terlalu menakutkan/menyeramkan. Ini adalah representasi pusat kekuasaan Media. Dari istana tersebut keputusan-keputusan penting dibuat. Namun dari sisi lain dapat dipadang sebagai tempat yang bukan penentu utama, karena justru keputusan raja dapat disetir oleh apra wakil raja di tempat lain. Ruang ini hanya menjadi tempat legitimasi dari apa yang telah diputuskan dari tempat lain.
Tempat kedua adalah suatu tempat dimana para wakil raja berunding. Sepertinya tempat ini masih di lingkungan istana, hanya tidak berdekatan dengan singgasana. Kemungkinan ini adalah ruang tertutup dan tidak ada yang dapat masuk ke ruang ini selain para wakil raja. Bahkan kemungkinan ruang ini tertutup sehingga tidak ada yang dapat mendengar pembicaraan yang dilakukan di dalam. Dari ruang inilah sebenarnya the real policy berasal.
Tempat ketiga adalah rumah Daniel. Tidak dapat dipastikan seberapa dekat/jauh rumah Daniel dari istana, tetapi yang jelas tidak terlalu jauh. Hal ini dapat dilihat dari indikasi bahwa para wakil raja dapat dengan cepat masuk ke rumah Daniel (ay. 12) dan kemudian mereka segera bertemu dengan raja (ay. 13). Yang jelas, dumah milik Daniel ini memiliki tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem (ay.11). Desain rumah jelas mencerminkan tingkat religiusitas dari Daniel. Tingkap-tingkap yang menghadap Yerusalem ini memungkinkan Daniel melakukan kebiasaan doa Yudaisme, yang berkiblat ke Yerusalem, kota kudus itu. Rumah ini merepresentasikan Daniel sebagai orang yang setia kepada Allah.
Tempat berikutnya adalah gua singa. Tidak jelas dimana tempat ini berada. Sepertinya ini adalah tempat untuk menghukum orang-orang yang bertindak jahat dalam tingkat yang berat. Ini hampir sama dengan hukuman pancung atau hukuman mati di jalam modern ini. Justru di tempat ini, kuasa Allah mendapatkan kesempatannya. Daniel dimasukkan gua singa berarti diasumsikan bahwa Daniel telah melakukan kejahatan yang besar.
Tempat terakhir yang disebut adalah seluruh dunia (ay 25). Tampaknya wilayah yang disebut sebagai seluruh dunia adalah suatu wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Media, yang meliputi Turki, Tartar dan sampai China (Wesley’s Explanatory Notes)[1].
Setting waktu. Darius, orang Media, menerima pemerintahan ketika ia berumur enam puluh dua tahun (ay.1). Kisah ini mengambil setting waktu pada awal pemerintahan Darius, ketika ia berumur 62 tahun. Kita tidak tahu apa posisi Darius sebelum diangkat menjadi raja. Yang pasti ia ketika ia menjadi raja, ia memiliki posisi utama dalam kerajaan. Dia membuat kebijakan untuk mengangkat para wakil raja. Di atas mereka, diangkat 3 orang semacam menteri koordinator, yang mengkoordinir seratus dua puluh wakil raja ini. Salah satunya adalah Daniel. Segera raja mendapati bahwa Daniel mempunyai roh yang luar biasa (ay. 4). Maka raja hendak mengangkat Daniel menjadi perdana menteri. Maka segera para wakil raja yang membawahi wilayah-wilayah kerajaan merancang siasat untuk menjatuhkan Daniel.
Daniel mulai berada di Babel sejak pemerintahan raja Nebukadnezar (1:1-6). Kemudian waktu berjalan terus dan pemerintahan berpindah tangan, termasuk peperangan dan pertarungan politik. Setelah Nebukadnezar, kemudian Bersyazar (5:1), lalu Darius (6:1). Rentang waktu ini memberi indikasi bahwa Daniel yang diangkut dari Yehuda pada usia muda, kini dalam masa pemerintahan Darius, ia telah menjadi tua. Namun justru rentang waktu ini memiliki makna penting, yaitu bahwa Daniel tetap mendapat kepercayaan dalam pemerintahan, sekalipun penguasa berganti-ganti.
Keterangan waktu yang menarik berikutnya adalah waktu Daniel mendengar surat perintah yang disahkan oleh raja Darius mengenai larangan menyembah kepada oknum lain selain raja (ay. 8-10). Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya (ay.11). Keterangan waktu ini menarik. Daniel adalah seorang Yahudi sejati. Religiusitasnya tidak diragukan. Bila dalam keadaan tenang dan aman, wajar seseorang tetap menjalankan ibadahnya. Tetapi dalam keadaan justru membahayakan dirinya, ia tetap melakukannya. Bila memperhatikan kondisi waktu itu, maka tidak ada kesan negatif terhadap pernyataan ‘seperti yang biasa dilakukannya’. Kata ‘biasa’ disini justru menunjukkan konsistensi, bukan rutinitas.
Keterangan waktu berikutnya yang penting adalah closing dari kisah ini, yaitu setelah Daniel dikeluarkan dari gua singa. Raja berkenan memberikan kedudukan yang tinggi (ay. 29; bnd. Ay.4) dan keluarnya suratlakon mesti menang keri (jagoan akan menang di akhir cerita). perintah agar seluruh rakyat takut dan gentar kepada allahnya Daniel (ay. 27). Akhir dari semua pergumulan Daniel adalah dimuliakannya Allah oleh raja dan seluruh rakyatnya. Ini mengindikasikan bahwa pemuliaan sering didahului dengan penderitaan. Sama seperti kisah-kisah kepahlawanan di banyak tempat,
Narator menempatkan dirinya mengikuti perjalanan perinstiwa demi peristiwa dalam kisah ini. Ini seperti laporan pandangan mata. Walaupun demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa narator telah tahu ending dari kisah ini, kemudian menceritakan kembali secara berurutan.
4.      Tokoh dan perwatakan
Raja Darius. Tokoh pertama yang disebutkan dalam kisah ini adalah Darius, orang Media. Ia menerima pemerintahan pada usia 62 tahun. Pemerintahan diterimanya setelah Belsyazar mati terbunuh (5:30) karena tidak menjalankan pemerintahan sesuai dengan kehendak Allah (5:25-28). Pemerintahan Babel diakhiri lalu Media Persia menguasai (5:29).
Darius digambarkan sebagai seorang raja, yang secara legal memang memiliki otoritas atas kerajaannya, tetapi melihat kisah dalam Daniel 6 ini, sepertinya ia adalah seorang yang tidak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Justru keputusannya terhadap Daniel sebenarnya hanyalah sekedar mengikuti persekongkolan para wakil raja yang iri terhadap Daniel. Darius tidak punya pendirian. Ia tidak berani menolak apa yang diusulkan oleh para wakil raja. Ia raja yang plin-plan. Kalau dinalar dengan lebih baik, sebenarnya Darius dapat menolak permintaan para wakil raja ini, karena Darius tahu bahwa di kerajaannya, banyak orang menyembah kepada ilah-ilah. Darius juga pasti tahu bahwa Daniel dan teman-temannya yang orang Israel menyembah kepada Allah YHWH. Tentu konsekwensi yang diberikan atas keluarnya undang-undang tersebut sudah jelas, yaitu bahwa nantinya Daniel, orang kepercayaannya, pasti kena hukuman.
Kalau kita mencermati apa yang terjadi setelah akhirnya Daniel harus dihukum, kita menemukan kembali sikap yang aneh dari Darius (ay.15). Collins (1990:50) menyebutnya sebagai sikap simpatik. Ia sedih dan mencari jalan untuk melepaskan Daniel. Digambarkan bahwa sampai menjelang malam, ia berusaha untuk menolong Daniel. Disinilah abiguitas sikap Darius dipertontonkan dengan vulgar. Bagaimana mungkin seorang raja yang mengeluarkan keputusan hukuman sekaligus seorang yang ingin menolong orang yang terhukum. Sebenarnya mudah saja, Darius dapat mengeluarkan sebuah keputusan bahwa peraturan terdahulu itu merupakan kesalahan. Justru ketakutannya terhadap para wakil raja yang diangkatnya membuat dia merasa tidak mungkin untuk menolong Daniel.
Apalagi ketika hukuman telah dijatuhkan, Daniel telah dimasukkan ke dalam gua singa, raja Darius tidak bisa tidur (ay. 19). Tentu inilah yang sedang dirasakan oleh Darius; ia tidak lagi memiliki orang yang dapat diandalkan – para wakil raja yang lain tidak mungkin dapat menjadi penasehat yang baik baginya.
Dari seluruh pemaparan tentang Darius, dapat disimpulkan bahwa secara naratif, Darius digambarkan sebagai seorang penguasa yang tidak memiliki kejelasan sikap, kalah dengan para wakil raja, penakut, tapi juga seorang yang bimbang. Seperti seorang raja boneka bagi para wakil raja.
Para Wakil Raja. Dalam kisah ini, para wakil raja digambarkan sebagai sekelompok pemimpin yang jahat. Merekalah yang mengarahkan sehingga kejadian dalam Daniel 6 ini terjadi. Ini adalah kumpulan orang-orang yang iri hati, sekaligus menunjukkan ketidakmampuannya mengungguli Daniel dalam berbagai hal. Maka kemudian mereka mengadakan sebuah permufakatan untuk menghancurkan karir Daniel.
Mereka dapat mempengaruhi raja dengan mudah. Itu berarti mereka tahu betul kelemahan raja yang tidak teliti, sekaligus menunjukkan power mereka bahwa tanpa mereka, raja tidak dapat berbuat apa-apa. Para wakil raja ini adalah orang-orang yang licik, yang menghalalkan semua cara asal tujuan tercapai. Bahkan kalau perlu, mereka membunuh orang yang menghalangi mereka.
Terhadap tujuan untuk menghancurkan Daniel, mereka bekerja tidak tanggung-tanggung. Setelah menge-goal-kan usulan sebuah larangan, mereka langsung membidik target, yaitu Daniel. Mereka tahu bawha Daniel pasti akan berdoa seperti biasanya. Mereka menangkap basah Daniel, lalu langsung melaporkannya kepada raja (ay.12,14). Mereka segera mendapatkan hasil dari usaha mereka – Daniel harus dihukum.
Para wakil raja ini merasa bahwa kekuasaan tertinggi ada pada mereka. Bahkan raja Darius pun harus tunduk pada peraturan yang telah mereka usulkan. Ini adalah gambaran dari orang-orang yang tidak mengakui bahwa masih ada kekuasaan yang lebih tinggi dari semua manusia, yaitu kekuasaan Allah.
Daniel. Tokoh berikutnya yang ditampilkan adalah Daniel. Dia ditampilkan sebagai tokoh yang sangat ideal. Data pertama yang dicata adalah bahwa Daniel adalah salah seorang dari tiga pejabat tinggi yang membawahi para wakil raja (ay.3). maka dapat dikatakan bahwa Daniel memiliki kekuasaan yang cukup tinggi, bahkan kemungkinan besar ia hanya kurang kuasanya dibandingkan dengan raja sendiri. Tentu ia adalah seorang yang memiliki kapasitas untuk jabatan itu, baik dalam bidang politik pemerintahan maupun manajemen. Ia membawahi seratus dua puluh wakil raja, bersama dengan dua rekannya yang lain. Nah, tokoh kita ini digambarkan sebagai seorang yang memiliki integritas tinggi. Tidak didapati satu pun kesalahan atau kelalaian apapun dalam menjalankan pemerintahan (ay. 5). Seperti yang dikatakan oleh Matthew Hennry dalam komentarnya:
“We notice to the glory of God, that though Daniel was now very old, yet he was able for business, and had continued faithful to his religion. It is for the glory of God, when those who profess religion, conduct themselves so that their most watchful enemies may find no occasion for blaming them, save only in the matters of their God, in which they walk according to their consciences.”[2]
 Sebagai pejabat tinggi, tentu ada banyak kesempatan untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri. Bisa korupsi dan kolusi, dan lain-lain kecurangan yang biasanya dilakukan oleh para pejabat. Namun, integritas dari Daniel tidak diragukan. Ia bukan hanya diakui oleh orang-orang yang menjadi temannya. Tetapi bahkan para wakil raja, yang notabene-nya adalah orang-orang yang ingin menjatuhkannya, juga mengakuinya. Tidak terdapat kesalahan atau kelalaian apapun!
Penokohan Daniel yang menjadi inti dari narasi ini terdapat dalam spiritualitasnya yang sejati. Ia adalah seorang yang setia menjalankan ibadahnya kepada TUHAN (ay 6, 11-12). Daniel menjalankan ibadahnya kepada Allah dengan setia, tanpa dipengaruhi oleh kondisi di sekitarnya, bahkan sekalipun hal itu mengancam nyawanya. Yang jelas, tiga kali sehari ia sembahyang. Ia diceritakan berada di pembuangan (sekalipun memang di sana ia menjadi seorang pejabat) yang jauh dari Yerusalem. Namun tempat tidak mempengaruhi sikapnya. “…tiga kali sehari ia berlutut, berdoa, serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.” (ay 11). Alih-alih sebuah kebiasaan yang merupakan sekedar rutinitas, Daniel lebih menunjukkan keseriusan dan kesetiaannya kepada Allah. Bahkan ketika didengar bahwa larangan menyembah selain raja dikeluarkan, kita tidak mendapati perubahan sedikitpun pada sikapnya dalam hal beribadah kepada Allah.
Setidaknya dapat kita tarik benang merah antara spiritualitas sejati dengan karakter Daniel. Ya, kesungguhan ibadahnya kepada Allah terpancar kepada sikap keseharian dalam semua bidang. Ini menghasilkan sebuah kehidupan yang tidak dapat digoyahkan. Maka ketika Daniel harus menanggung konsekwensi dari sikapnya, digambarkan bahkan tidak ada yang dapat menghancurkan hidupnya, termasuk para singa. Disinilah pembelaan dari Allah yang disembah oleh Daniel dinyatakan (ay 23). Daniel menyatakan bahwa Allahlah yang telah menolongnya, membelanya, sehingga singa-singa itu tidak memakan dia.
Allah. Tokoh terakhir yang disebut adalah Allah. Allah adalah Allah yang berkuasa atas segala sesuatu. Ia mengendalikan sejarah, dan sekaligus memperhatikan orang-orang yang berlindung padaNya. Ia adalah Allah yang disembah oleh Daniel. Ia juga adalah Allah yang  kepadaNya Darius mengharapkan supaya melepaskan Daniel dari gua singa (ay 17). Di sini digambarkan dengan jelas bahwa kekuasaan raja Darius tidak mampu melepaskan Daniel dari hukuman gua singa. Jadi, apa yang secara legal formal kerajaan tidak dapat diselesaikan oleh Darius, kini diharapkannya dapat diselesaikan oleh Allah. Allah adalah tokoh superior dalam narasi ini. Ia mendapatkan kemenangan bahkan sejak semula sampai akhirnya. Ia mendapatkan kesetiaan Daniel, mendapatkan kepatuhan para malaikan dan singa, dan mendapatkan hormat dari seluruh bangsa di seluruh dunia (ay 6, 17, 26-28). Kelepasan Daniel yang bersifat mukjizat (Douglas dalam Ensiklopedia alkitab masa Kini, 2002:233) dikerjakan oleh Allah, Sang tokoh utama di balik semua kisah ini.
5.      Plot (alur cerita)
a.   Gerak
Alur dari narasi ini adalah gerak maju. Kisah dimulai dari pengangkatan raja Darius,  lalu pengangkatan 120 wakil raja, dan kemudian pengangkatan tiga pejabat tinggi untuk membawahi para wakil raja. Salah satu dari antara tiga pejabat tinggi itu (semacam mentri coordinator) adalah Daniel. Para wakil raja kemungkinan besar iri karena posisi Daniel dan mencoba untuk membuat sebuah persepakatan untuk mencelakakan Daniel. Persepakatan ini, walaupun terkesan sangat dibuat-buat, namun cukup untuk menggerakkan alur cerita (Collins, 1990:50).
b.   Konflik
Konflik dimulai dari rasa iri hati dan kedengkian para wakil raja terhadap Daniel. Kemungkinan besar mereka ingin menjatuhkan Daniel, yang merupakan orang asing di negeri mereka, tetapi memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari mereka. Para wakil raja ini berhasil menjebak raja Darius dalam hal undang-undang yang aneh (hanya berlaku 30 hari, setelah itu selesai (ay 8-9). Ketika Daniel tetap melakukan ibadahnya seperti biasanya, maka para wakil raja ini segera melaporkan ketidaktaatan Daniel kepada penetapan raja. Di sinilah konflik besar muncul. Daniel harus dihukum, walaupun raja bahkan tidak menghendakinya. Kelihatannya para wakil raja menang, karena tidak ada lagi yang dapat membatalkan apa yang telah dicanangkan, termasuk otoritas dari raja sendiri.
Konflik kedua yang juga muncul adalah konflik dalam diri raja Darius sendiri. Ia tahu bahwa Daniel adalah orang yang baik, memiliki integritas tinggi dan tidak didapati kesalahan padanya. Justru karena kecerobohannya (atau ketidakmampuannya mengendalikan para wakil raja), Daniel harus dihukum mati (dimasukkan ke gua singa agar dimakan singa sampai mati). Inilah konflik batin yang hebat, sampai-sampai digambarkan bahwa waja tidak dapat tidur semalaman. Ia mencoba mencari cara melepaskan Daniel dari hukuman namun tidak dapat.
Tentu harus ditambahkan, sekalipun tidak dapat dianggap tidak penting, adalah konflik antara kuasa jahat, yang direpresentasikan oleh maksud para wakil raja, berhadapan dengan kekuasaan dan kedaulatan Allah. Ini adalah peperangan tingkat tinggi, apakah Allah yang kepadaNya Daniel beribadah dengan setia, mampu mengatasi semua trik dan maksud jahat dari kuasa jahat. Justru ini adalah konflik sesungguhnya, yang direpresentasikan dari narasi ini.
c.   Penyelesaian
Konflik pertama antara para wakil raja dengan Daniel harus diselesaikan dengan cara hukum. Sesuai dengan ketetapan yang telah dikeluarkan, Daniel akhirnya dimasukkan ke dalam gua singa sebagai hukuman atas ‘ketidakpatuhannya’. Maka kelihatannya para wakil raja menang. Mereka tentu telah menyusun suatu rencana untuk menempati posisi Daniel dalam kerajaan, entah bagaimana mereka melakukannya. Yang pasti Daniel kini telah tersingkir dari kerajaan. Ia telah berada dalam mulut singa.
Konflik dalam diri Darius tidak terselesaikan. Ia gamang dalam mengambil keputusan. Maka ia menyerah kepada kekuasaan yang ia rasa lebih mampu dari dirinya, Allah.
Konflik sesungguhnya diselesaikan oleh Allah dengan cara yang sangat elegan. Sementara ‘tidak ada yang dapat menolong’ Daniel, Allah menunjukkan orotitasnya atas segala sesuatu, termasuk atas singa-singa lapar dalam gua. Ia mengutus malaikat untuk mengatup mulut singa-singa itu. Penyelesaian konflik digambarkan sebagai show of power dari Allah. Ini adalah pembebasan yang ajaib, demikian Collins (1990:50) memberikan komentar.
d.   Klimaks
Kimaks dari kisah ini adalah pada pembelaan Allah terhadap Daniel dengan melepaskan dia dari singa-singa, dan sebagai kesudahannya adalah para wakil raja dan keluarganya dilemparkan ke dalam gua singa itu. Sebuah kisah tragis dari persekongkolan jahat yang justru akhirnya menimpa mereka sendiri. Seperti pepatah “senjata makan tuan”, apa yang dirancangkan bagi kehancuran orang lain, kini menimpa diri mereka sendiri.
Akibat dari semua peristiwa yang mengharukan ini, nama Allah dimasyurkan di seluruh dunia (dalam kekuasaan Darius) dan kembalinya Daniel ke dalam kedudukannya yang tinggi dalam kerajaan (ay 26-29). Pujian diberikan kepada Allahnya Daniel, dengan suatu penetapan raja.
6.      Point of View
a.         Narrator
Narator menempatkan diri sebagai reporter dari semua peristiwa ini. Ia melaporkan kejadian demi kejadian secara berurutan, seperti sebuah laporan pandangan mata. Terhadap tokoh Darius, narrator mencoba untuk menggambarkan bahwa ia adalah seorang raja yang masih memiliki hati yang baik, sekalipun tidak berdaya oleh jebakan para wakil raja. 
Ia memberikan pujian kepada tokoh Daniel yang diceritakannya. Di sana sini, ia mencoba untuk menjelaskan bahwa sang tokoh memiliki kualitas karakter yang tangguh, setia dan berintegritas. Tampaknya ia sangat setuju dan ‘mengidolakan’ Daniel. Hal ini Nampak dalam komentar-komentarnya tentang Daniel: maka Daniel ini melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja itu (ay 4), tidak ada kesalahan dan kelalaian (ay 5), Daniel setia beribadah (ay 6, 11-12). Kelihatannya tujuan utama sang narrator adalah untuk membuktikan bahwa kesetiaan kepada Allah, seperti yang ditunjukkan Daniel, adalah poin penting dan pokok dalam narasi ini.
b.         Kata/frase kunci/motif
Kata/frase kunci utama dalam narasi ini adalah ‘berdoa dan memuji Allah, seperti yang biasa dilakukan’ Daniel (ay 11). Frasa ini merupakan kunci utama yang menggerakkan seluruh cerita. Kebiasaan Daniel inilah pokok masalah yang dipakai oleh para musuhnya untuk menjatuhkannya. Tetapi kebiasaan ini juga yang menunjukkan kesetiaan Daniel kepada Allah, dan sekaligus yang menjadi titik tolak mengapa Daniel memiliki kemampuan yang luar biasa dan integritas yang ditunjukkannya dalam melaksanakan pekerjaannya.
Motif penting dalam narasi ini adalah motif kekuasaan. Bagi para wakil raja, rencana pengangkatan Daniel sebagai orang nomor dua di kerajaan membuat mereka iri dan dengki, atau setidaknya, tidak dapat menerima rencana itu. Itu sebabnya mereka memutar otak dengan keras untuk dapat menggagalkan rencana tersebut. Bagi Daniel, kekuasaan bukanlah tujuan melainkan hasil dari kesetiaannya kepada Allah, yang terefleksi dalam integritas pekerjaan dan kehidupan. Di atas semuanya itu, kekuasaan Allah adalah factor utama yang membuat narasi ini mencapai titik akhir yang mengagumkan.
c.          Wacana-wacana
Berikut ini adalah wacana-wacana yang muncul dalam narasi ini:
Kekuasaan pemerintahan dunia dan Kedaulatan Allah. Dalam teks ini, wacana tentang kekuasaan menempati porsi yang penting. Kekuasaan raja Darius menggambarkan kekuasaan pemerintahan dunia yang berada bawah superioritas kedaualan Allah. Bahkan undang-undang yang tidak dapat dibatalkan, yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam sebuah pemerintahan Negara/kerajaan, tidak berdaya pada kedaulatan Allah. Ketika Daniel menghadapi hokum yang dikeluarkan itu dan kemudian dimasukkan ke gua singa, ia secara lahiriah tunduk pada kekuasaan pemerintahan, tetapi jiwanya tidak dapat dikungkung. Ia bebas untuk tetap beribadah dan percaya kepada kedaulatan Allah atas hidupnya. Maka kedaulatan Allah dinyatakan dengan kuasaNya memerintahkan malaikat utuk mengatup mulut singa. Akhirnya, kekuasaan pemerintahan dunia yang direpresentasikan oleh raja Darius mengakui kedaulatan Allah atas kehidupan dan jalannya sejarah.
Spiritualitas sejati melawan kejahatan. Wacana berikutnya yang segera tampil dengan jelas adalah menangnya spiritualitas sejati terhadap kejahatan. Daniel menunjukkan bahwa spiritualitas sejati diejawantahkan dalam kesetiaan kepada Allah, dalam kondisi apapun, sekaligus dinyatakan dalam tindakan penuh integritas dalam keseluruhan kehidupan. Maka spiritualitas itu mempengaruhi sikap seseorang terhadap kehidupan dan bagaimana mereka menjalaninya. Bahwa integritas pribadi, siapa kita dalam semua situasi, dapat dipertanggungjawabkan. Betapapun kejahatan mencoba untuk menghancurkan, pada akhirnya muncul juga kebenaran sebagai pemenang.
Pembelaan Allah. Vindikasi Allah diberikan kepada setiap orang yang hidup bersandar kepada-Nya. Cara Allah membela tentu tidak dapat kita dikte. Ia punya seribu satu macam cara, bahkan lebih. Pembuktian selalu terjadi di akhir dari semua drama kehidupan. Ia dapat diandalkan, dan pembelaanNya adil. Kebergantungan kepada Allah yang ditunjukkan Daniel dengan setia beribadah dan menjalankan kehidupan benar dalam pekerjaannya mendapatkan berkat dengan pertolongan Allah yang ajaib.
7.      Relevansi bagi kondisi Indonesia saat ini
Kisah Daniel 6 sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Kita mendapati bahwa situasi yang dihadapi Daniel kurang lebih sama dengan apa yang terjadi di Indonesia.
Supremasi hukum, sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara jelas sekali tidak ditegakkan dengan sesungguhnya. Dimulai dari mula pertama, yaitu dalam lembaga legislative (DPR). Lembaga ini memiliki tugas untuk menyalurkan aspirasi rakyat dengan menuangkannya ke dalam produk  hukum / perundang-undangan. Tetapi justru di sinilah terdapat penyelewengan. Mereka yang seharusnya melegislasi hukum justru melanggar hukum dan berusaha untuk membuat hukum patuh pada kepentingan pribadi atau kelompoknya. Maka perdebatan-perdebatan di ruang sidang bukannya demi kebenaran, tetapi demi kepentingan. Belum lagi mereka melakukannya dengan tidak serius. Bagaimana mungkin menghasilkan sebuah produk hukum yang credible bila dalam sidang ada yang tidur, baca Koran sendiri, bahkan melihat video porno. Akhir-akhir ini juga terbongkar kasus pelangaran hukum yang dilakukan oleh para pembuat hukum.[3]
Pada tataran eksekutif juga tidak kalah parahnya. Perebutan kekuasaan antar partai telah membuat mereka yang duduk dalam jajaran eksekutif bahkan tidak kelihatan bekerja untuk rakyat, melainkan untuk diri mereka sendiri dan kelompoknya. Belum lupa kita pada kasus Antasari (sang mantan Ketua KPK yang akhirnya harus mendekam dalam penjara) yang menghebohkan itu. Belakangan disinyalir kuat adanya usaha untuk membungkam dia karena dia berani mengusut kasus besar lingkungan istana. Kita juga melihat sepertinya pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa terhadap kasus Century, Ahmadiyah, FPI, dan lain-lain. Layaknya raja Darius yang tidak dapat berbuat apa-apa terhadap kejadian yang menimpa Daniel.
Bagaimana dengan lembaga yudikatif? Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam lembaga ini dan juga para penegak hukum tidak dapat melepaskan diri dari ‘cap’ mafia hukum. Kasus hukum adalah komoditi bagi mereka. Terjadi jual beli kasus, siapa yang dapat membayar lebih, merekalah yang menang.
Dalam keadaan yang demikian, adalah relevan bila kita melihat kisah Daniel 6 ini untuk menjadi acuan bagi pengambilan sikap sebagai orang yang percaya kepada Allah. Sikap Daniel adalah teladan bagi perubahan yang bisa kita lakukan baik bagi diri sendiri, lingkungan, maupun bangsa Indonesia.
Secara pribadi, kita belajar dari Daniel untuk memiliki integritas diri yang kuat. Dalam sikap, tindakan, dan pekerjaan, seharusnyalah kita menjadi teladan bagi orang lain. Justru dalam tekanan dan bahaya, kita tetap setia kepada kebenaran dalam integritas hidup dan kesetiaan kepada Allah. Seperti yang dikatakan Collins (1990:49), “Daniel dalam gua singa menjadi tokoh untuk orang-orang tak bersalah yang tak berdaya menghadapi ancaman bahaya, namun diselamatkan berkat kebenaran.”
Daftar Pustaka:
Collins, J. John, Daniel: Tafsir Deuterokanonika 4, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1990
Douglas, J.D. dkk, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (terj.) Jilid I, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2002
LAI, Alkitab, TB, Jakarta:2002
Newell, Lynne, Kitab Daniel. Malang: Seminary Alkitab Asia Tenggara, 2000.

Hennry, Matthew, Matthew Henry’s Commentary, dalam http://www.christnotes.org /commentary.php?com=mhc&b=27&c=6, diakses tanggal 2 Maret 2011 pukul 18.30 WIB

Wesley, John, Wesley’s Explanatory Notes, dalam http://www.christnotes.org/commentary.php?com=wes&b=27&c=6 ,  diakses pada tanggal 1 Maret 2011


[1] Memang cara penyebutan seluruh dunia adalah lazim pada jaman itu, sebagai sebuah bentuk pemahaman waktu itu mengenai dunia. Ewalaupun sekarang tidak dapat kita katakana bahwa itu berarti benar-benar meliputi seluruh dunia sseperti yang kita kenal sekarang.

[2] Matthew Henry’s Commentary, http://www.christnotes.org/commentary.php?com=mhc&b=27&c=6, diakses tanggal 2 Maret 2011 pukul 18.30 WIB

[3] Seperti yang nyata dalam pemberitaan akhir-akhir ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa perilaku para pemimpin bangsa, entah yang duduk di posisi legislative, yudikatif, maupun eksekutif.