“Ah, yang bener aja? Apa hubungan antara kapitalisme dengan natur dosa manusia? Kapitalisme adalah sistem ekonomi, sedang dosa adalah ranah teologi!”. Tunggu dulu, jangan cepat bereaksi. Memang kelihatannya tidak ada hubungannya. Tapi coba kita ikuti alurnya dulu, siapa tahu kita akan berubah pikiran.
Sistem Ekonomi Kapitalis
Kapitalisme adalah sebuah sistem ideologi ekonomi. Ada tiga unsur utama dalam kapitalisme, yaitu: capital owner, fixed capital, dan variable capital. Capital owner adalah orang yang menguasai alat-alat produksi (untuk memudahkan, kita sebut: PENGUSAHA). Alat produksi ini menghasilkan produk pemenuhan kebutuhan manusia. Fixed capital adalah alat-alat produksi massa, seperti mesin, tanah, pabrik dll (sebut saja MODAL). Sedangkan variable capital adalah sesuatu yang dengannya fixed capital dapat beroperasi, dan variable capital utama adalah pekerja (atau lebih tepat: BURUH).
Capital owner dan fixed capital tanpa variable capital tidak akan menghasilkan apa-apa. Mudahnya: seorang kaya yang memiliki pabrik, tetapi tidak memiliki pekerja untuk menjalankan pabriknya, tidak akan menghasilkan apapun. Semua berhenti. Jadi, sebenarnya secara faktual penghasil produk adalah para pekerja, bukan pengusaha atau pabrik.
Dalam kapitalisme ada suatu mekanisme trickle down (tetesan rejeki) dalam hal ekonomi massa. Trickle down dapat diilustrasikan dengan 3 tingkat akuarium, yang di masing-masing tingkat diisi beberapa ikan. Pemilik memberi makan ikan-ikan dengan menebarkan makanan dari tingkat pertama, yang selanjutnya makanan akan menetes atau jatuh pada tingkat berikutnya. Ikan yang berada di atas dan paling kuat akan menikmati makanan terbanyak. Inilah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat kapitalis.
Kapitalisme mengenal adanya keadilan, yaitu keadilan distributif. Paradigma keadilan ini bahwa orang yang berada dalam fungsi dan pekerjaan yang penting mendapat hak ekonomi yang lebih. Di Indonesia pada masa Orde Baru pemerintah melakukan kebijakan keadilan ini. Bahwa masyarakat bawah sudah selayaknya mendapat “kue pembangunan” yang lebih sedikit dari penguasa karena peran mereka tidak sesignifikan atau sebesar penguasa.
Kapitalisme mengenal adanya pembagian kelas. Secara umum, kelas ini dibagi dua, yaitu borjuis (orang kota; pedagang) dan proletar (orang desa; tani). Kelas borjuis memiliki mobilitas ekonomi yang lebih berkuasa dari pada kelas proletar. Dalam perkembangannya, kelas borjuis berposisi sebagai capital owner (pemilik kapital). Sementara kelas proletar berposisi sebagai salah satu jenis kapital, yaitu kapital variabel (variable capital). Kapital variabel ini nantinya disinergikan dengan kapital tetap (fixed capital), sehingga menghasilkan komoditas.
Kapitalisme menganut sistem perekonomian ekonomi pasar. Ekonomi pasar ini sering diistilahkan sebagai hukum besi kapitalisme. Ekonomi pasar memiliki prinsip kerja capital owner mensinergikan fixed capital dan variable capital menghasilkan commodity. Commodity ini selanjutnya dipasarkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan laba. Laba ini harus diperoleh capital owner supaya dia dapat menjalankan usahanya. Sementara variable capital dicukupkan dengan pemberian upah. Upah ini dianggap tidak sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan karena telah dipotong oleh capital owner untuk penghidupannya dan perawatan fixed capital. Ketika terjadi persaingan pasar, ada dua kebijakan capital owner terhadap pembagian itu. Upah pekerja semakin kecil dibanding jam kerja atau bagian owner capital dipotong. Apapun keputusannya variable capital tetap dalam keharusan bekerja untuk owner capital. Kelas proletar bekerja untuk kelas borjuis.
Barang yang dihasilkan dari proses produksi ‘dilempar’ ke pasar. Pasar adalah tempat terjadinya pertemuan antara demand dan supply. Nah, harga ditentukan dalam proses ini. tetapi bagaimana pengusaha menentukan harga? Harga adalah seluruh biaya produksi dan keuntungan yang diharapkan. Karena persaingan, tidak mungkin seorang pengusaha mengambil keuntungan besar dengan cara menaikkan harga. Pasti barangnya tidak laku. Satu-satunya yang mungkin adalah menekan biaya produksi. Maka, KEUNTUNGAN PENGUSAHA adalah PENGURANGAN HAK PEKERJA/BURUH !
Natur Dosa Manusia
Manusia secara naluriah memiliki insting untuk survive dan menguasai. Untuk mempertahankan dirinya, manusia melakukan segala cara, termasuk bahkan kalau itu berarti harus mengorbankan manusia lain. Secara negatif, Pengakuan Wesminster menjelaskan bahwa sifat alamiah manusia ini tidak lain adalah karena dosa. “Orangtua kita yang pertama telah diperdaya oleh kelicikan dan pencobaan dari setan, sehingga jatuh ke dalam dosa dengan memakan buah terlarang …”. Sejak kejatuhan Adam dan Hawa (lih. Kej.3), maka seluruh umat manusia jatuh dalam dosa.
Natur dosa ini dapat dijelaskan sebagai kejatuhan manusia ke dalam dosa, bukan hanya telah menyentuh semua manusia, tetapi telah mencemari seluruh umat manusia. Semua manusia adalah orang berdosa di dalam Adam. Kita tidak dapat bertanya: Bilamana seseorang menjadi orang berdosa? Sebab sebenarnya umat manusia pada waktu hadir di dunia ini sudah dalam keadaan berdosa.
Natur dosa inilah yang menggerakkan manusia untuk mengutamakan diri sendiri, memuaskan nafsunya, dan tidak mempedulikan orang lain. Pengutamaan diri sendiri muncul dalam banyak bentuk. Dalam skala yang meningkat, dimulai dari mempertahankan diri dari serangan pihak lain, kemudian setidaknya sama dengan orang lain, meningkat menjadi berusaha lebih dari orang lain, dan akhirnya mengeksploitasi orang lain demi diri sendiri.
Simbiosis Mutualisma
Sama seperti sebuah magnet, ketika kutub utara dan selatan bertemu maka terjadi gaya tarik menarik. Demikianlah yang terjadi dengan hubungan antara kapitalisme dan natur dosa manusia.
Kapitalisme memberikan ruang legal bagi pemuasan nafsu serakah manusia dengan cara menguasai orang lain. Dengan dalih aktualisasi dan optimalisasi potensi, maka capital owner, yang menguasai alat-alat produksi massa, mendapatkan pembenaran legal untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Maka yang terjadi adalah eksploitasi masyarakat pekerja, yang tidak memiliki akses kepada alat-alat produksi massa.
Di pihak lain, natur alamiah (dosa) manusia mendapatkan pembenaran dengan memfasilitasi keinginan untuk menguasai melalui sistem kapitalis ini. Dalam hal ini, sistem kapitalis memberi ruang selebar-lebarnya untuk praktek pemuasan nafsu serakah manusia.
Jalan Keluar: Rekonstruksi Teologi dan Praksis
Seperti sebuah jalinan tali-temali, kapitalisme dan natur dosa manusia mendapatkan cemistry (senyawa) yang sangat klop. Mengurainya tentu tidak mudah, seperti mengurai benang kusut. Tetapi itu tidak berarti tidak dapat diurai.
Satu-satunya solusi dari ‘lingkaran setan’ ini adalah dengan merekonstruksi kembali pemahaman kita tentang apa yang diajarkan dan dilakukan oleh Yesus, yang kita akui sebagai Tuhan dan Guru sejati. Bila kita mendapatkan gambaran yang lebih orisinal tentang pribadi Yesus dan apa yang dilakukannya, kita akan menemukan prinsip dan konsekwensi etis yang sangat berbeda dari apa yang mungkin kita terima sebagai kebenaran.
Perjuangan Yesus dalam kitab-kitab Injil akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang perjuangan keadilan sosial, dengan melawan struktur-struktur kekuasaan pada masa itu. Kemenangan-Nya atas struktur-struktur dominasi pada masa-Nya adalah inspirasi bagi perjuangan masa kini. Dalam bentuk yang bisa berbeda, kita menemukan cita-cita suatu masyarakat yang damai sejahtera melalui kehadiran Kerajaan Allah di bumi. Semoga!
kalau ada yang mau membantu memberikan tanggapan.. wah menarik itu
ReplyDelete