Wednesday, December 23, 2009

Lectio Divina

Apakah Lectio Divina Itu?
Lectio Divina adalah pembacaan Kitab Suci yang direnungkan dengan tujuan untuk berdoa dari Kitab Suci dan hidup dari Sabda Allah. Metode ini menuntut bahwa kita membaca Kitab Suci karena digerakkan oleh suatu kerinduan untuk bertobat.
Apabila seseorang mau berdoa dari dari Kitab Suci dengan lectio divina, ada beberapa persyaratan pendukung: Harus mencari suatu tempat yang sunyi, harus menyediakan waktu khusus dan rutin, harus punya Kitab Suci (Alkitab).

Kita memerlukan peran Roh Kudus. Kitab Suci tidak mungkin dimengerti dengan akal pikiran manusiawi. Kita perlu menyadari bawah Roh Kudus ada di dalam kita, bukan ’di luar sana’. Roh Kuduslah yang menolong kita untuk memahami apa yang dikatakan oleh Kitab Suci.

Ada empat bagian dalam lectio divina:

Lectio (pembacaan). Ini adalah kegiatan pertama dari lectio divina. Tujuannya: Mengerti apa yang dikatakan oleh teks Alkitab. Pertanyaan-pertanyaan bantuan: Apa yang dikatakan teks ini? Apa isinya? Caranya :
- Baca teks dua atau tiga kali secara lisan.
- Baca teks dengan akal budi/pengertian. Pahami isinya.
- Baca teks dengan hati / kerinduan untuk menerima hikmat Allah

Meditatio (meditasi/renungan). Inti langkah ini adalah menerapkan seluruh rahasia dan kebenaran firman Allah pada diri sendiri, dengan cara:

- Carilah lebih dalam kebenaran yang tersembunyi, pakailah teks-teks terjemahan lainnya, hafalkan bagian-bagian penting dari Alkitab yang sedang dibaca.
- Mengenakan seluruh kebanran firman Allah pada diri sendiri.

Oratio (doa). Oratio adalah doa yang digerakkan dan diilhami oleh Sabda. Dengan demikian kita berdoa sesuai dengan firman Allah, dan juga kehendak Allah.

Contemplatio (kontemplasi). Kontemplasi adalah suatu pengangkatan jiwa manusia pada Allah, suatu pengangkatan yang membuat jiwa itu seperti tinggal dan berpaut padaNya dan menikmati kemanisan abadi. Pengangkatan jiwa ini terjadi melalui pendengaran sabda Allah, suatu pendengaran yang demikian tajam sampai membuat orang berpaut pada Allah dan mengenal serta melihat sesuatu dengan mata dan hati Allah. Ini adalah Roh hikmat dan wahyu (Efs 1:16-18).

Kekristenan di Filipina: Nilai-nilai Sejarah yang Penting bagi Pertumbuhan Gereja

Oleh: Dwi Agus Priono

Pendahuluan

Filipina adalah satu-satunya negara di Asia yang penduduknya mayoritas beragama Kristen (Katolik dan Protestan). Filipina adalah negara bekas jajahan Spanyol (dan kemudian Amerika, bila dapat disebut demikian). Pemerintah Spanyol sangat mendukung pekabaran Injil di negeri jajahannya.

Adalah penting untuk mempelajari sejarah perkembangan kekristenan di negara ini, untuk mendapatkan masukan penting pagi perkembangan gereja selanjutnya. Sekalipun harus diakui bahwa pengaruh konteks budaya setempat memikili peran penting, namun tidak dapat disangkal bahwa perkembangan kekristenan di Filipina adalah fenomenal.
Berbeda dengan negara-negara Asia lainnya, bangsa Filipina pada umumnya penganut animisme, sehingga belum ada agama formal yang mendarah daging dalam bentuk kebudayaan yang kuat yang menentang kekristenan. Inilah faktor utama dari pesatnya perkembangan kekristenan di negara tersebut.

Dampak Keintiman Dengan Tuhan

“Tetapi aku, dalam kebenaran akan kupandang wajahMu, dan pada waktu bangun aku akan menjadi puas dengan rupaMu.” (Mzm 17:15)

Setiap orang yang memiliki persekutuan yang intin dengan Tuhan memiliki kehidupan yang penuh damai sejahtera. Sekalipun ada pergumulan yang dihadapi, namun ketenangan selalu ada dalam hati. Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari menerjemahkan bagian akhir ayat di atas “…Pada waktu aku bangun, kehadiran-Mu membuat hatiku gembira.”

Ada beberapa dampak hubungan yang erat/intim dengan Tuhan:

1. Memiliki minat yang besar pada hal-hal rohani
Semakin kita membangun persekutuan yang intim dengan Tuhan, kita semakin rindu untuk mengenal Dia. Kita semakin haus ada perkara-perkara rohani. Hal-hal rohani menjadi begitu penting bagi kita. Minat kita bertambah untuk mengejar hal-hal yang rohani (cf. 2 Kor 4:16).

2. Memberi waktu untuk berdoa dan menyembah Tuhan
Doa adalah kesempatan berkomunikasi dengan Tuhan. Menyembah menjadi gaya hidup setiap waktu. Kita menyediakan waktu terbaik kita untuk berdoa dan menyembah Tuhan (cf. Kis 16:25).

3. Semakin setia beribadah
Ibadah menjadi sesuatu yang sangat penting. Rasanya rugi dan ada yang hilang jika tidak datang beribadah ke gereja. Antusiasme (semangat) kita membara untuk beribadah. Pemazmur menulis, “Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion” (Mzm 84:8).

4. Taat kepada Tuhan dan firmanNya
Lebih daripada perasaan dan kehendak diri sendiri. Setiap perasaan kecewa, sakit hati, kemarahan, dan lainnya sirna karena kasih Tuhan yang dialami. Tuhan membentuk karakternya menjadi semakin serupa dengan Dia (1 Yoh 2:6).

5. Memberi diri untuk melayani
Tuhan datang ke dunia untuk melayani, dan orang-orang yang intim denganNya pasti memiliki hati untuk melayani Dia.

Seperti pemazmur, biarlah kita puas dalam hadirat Tuhan dan firmanNya. Apakah Anda sudah mengalami dampak tersebut?

Monday, December 21, 2009

Teologia Religionum: Model Apa Yang Cocok Di Indonesia?

Pendahuluan
Penerapan prinsip-prinsip teologia dalam kehidupan kekristenan dalam hubungannya dengan masyarakat secara luas memiliki persoalan tersendiri. Kita menyadari bahwa ada berbagai perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Salah satunya adalah perbedaan mengenai keyakinan (agama). Ada banyak agama di dunia ini; Kristen, Islam, Hindu, Budha, Konghucu, dan lain-lain. Realitas adanya berbagai agama lain menuntut adanya sebuah pemikiran tentang bagaimana hubungan antar agama itu, dan sekaligus bagaimana kita bersikap terhadap mereka yang menganut agama yang berbeda-beda.

Sebenarnya kemunculan agama-agama yang berbeda telah mulai dari sejak bermulanya kehidupan manusia dan berkembangnya pemikiran tentang makna kehidupan manusia. Knitter (2008:1) mengatakan bahwa sejak saat itu sudah banyak agama yang masing-masing memiliki jawaban tentang ‘yang terakhir’. Perbedaan inilah yang terus berkembang sampai saat ini dan kita melihat kenyataan bahwa hal itu seakan ‘tidak terjembatani’.

Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman agama dan keyakinan. Di tengah perbedaan-perbedaan yang ada, bagaimana seharusnya kita bersikap? Bagaimana kita berteologi dalam hubungannya dengan agama-agama lain? Model mana yang kita pilih yang paling cocok untuk diterapkan di Indonesia?

Melalui kuliah selama satu semester ini, penulis mendapatkan manfaat yang sangat besar, terutama dalam hal bersikap terhadap kenyataan perbedaan itu. Ada banyak model yang telah dipelajari, dan hal ini memberikan dasar untuk menentukan bagaimana saya bersikap terhadap agama lain. Refleksi dari iman Kristiani yang saya anut diuji melalui beberapa model yang telah dipelajari dalam kuliah ini, sehingga nanti pada bagian pembahasan model yang dipilih, saya menyampaikan sikap man saya dengan beberapa alasan pokok yang mendasari sikap saya tersebut.

Ada beberapa model yang ditawarkan oleh Paul Knitter dalam bukunya, antara lain Model Penggantian, Model Pemenuhan, dan Model Mutualitas, dan Model Penerimaan. Model mana yang paling cocok untuk diterapkan di Indonesia?

Melalui paper ini, kita akan melihat sekilas tentang permasalahan teologis dialog antar agama, Model-model teologi agama-agama beserta dasar pemikirannya secara singkat, kemudian memilih model yang paling cocok untuk diterapkan dalam kerangka dialog antar agama di Indonesia beserta alasan-alasannya.

Permasalahan Teologis

Masalah utama dari teologi agama-agama adalah: Apakah dasar yang dipakai sebagai acuan dalam membangun kerangka pikir teologi kita? Teologia agama-agama adalah bagaimana kita merefleksikan secara teologis iman kita terhadap agama-agama lain. Di sini muncul masalah, dari mana kita memulai?

Secara umum ada dua sisi yang penting dalam membangun kerangka pikir teologis kita:

Universalitas kasih Allah
Universalitas kasih Allah dimaksudkan bahwa Allah adalah Allah yang menciptakan seluruh alam semesta ini. Karena itu, Ia tidak mungkin tidak mengasihi semua yang Ia ciptakan. Dalam hal ini, kita menyebutnya sebagai pewahyuan umum (Kej 1-8). Allah menciptakan manusia sesuai dengan ‘gambar dan rupa’ Allah, sehingga Dia pasti menyelamatkan seluruh manusia. KasihNya adalah universal, sebab jika tidak, Ia bukan Allah sesungguhnya.

Partikularitas Yesus Kristus

Namun dalam iman Kristen, kasih Allah yang universal tersebut telah dinyatakan secara khusus di dalam diri Yesus Kristus. Beberapa ayat yang mendukung pernyataan ini antara lain: Yoh 14:6; Kis 4:12, dan lain-lain. Bahwa mereka yang percaya kepada Yesuslah yang diselamatkan. Bagaimana dengan mereka yagn tidak percaya?
Dari hal ini timbul permasalahan, bagaimana kita memandang agama lain bila diperhadapkan dengan iman kita? Kalau kita menekankan universalitas kasih Allah, maka kita harus menerima adanya keselamatan di luar Yesus. Tetapi kalau kita menekankan partikularitas Yesus, bagaimana dengan keselamatan orang yang beragama lain yang memiliki kehidupan lebih baik dari hidup orang-orang yang percaya kepada Yesus?

Karena itu, Knitter menawarkan beberapa model pendekatan teologi agama-agama yang akan kita kritisi secara singkat, dan kemudian kita ambil mana model yang paling cocok untuk konteks Indonesia.

Model-Model Paul Knitter: Uraian Singkat dan Telaah Kritis

Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai model-model teologi agama-agama yang ditawarkan oleh Knitter :

Model Penggantian

Pokok utama model ini adalah adanya keyakinan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Yesus. Knitter (2008:21) menuliskan “Pada akhirnya – atau, sesegera mungkin – Allah menghendaki hanya satu agama, agama Allah: agama Kristiani.” Kasih Allah memang universal, namun kasih itu diwujudkan melalui Yesus Kristus yang partikular dan singular. Ada empat pilar utama dalam teologi model ini, yaitu: Alkitab adalah petunjuk utama bagi perilaku pengikut Kristus, kehidupan Kristen adalah suatu keputusan mengikut Yesus, Yesuslah yang membawa perbedaaan dalam kehidupan, karena itu mereka memiliki komitmen untuk berbagi rahmat kepada sesama.
Model ini menganggap agama-agama lain tidak berarti dan tidak memiliki sesuatu yang penting untuk dipertahankan. Karena itu tidak ada dialog dalam pandangan model ini. Dialog yang dimungkinkan adalah hanya untuk memberitakan kebenaran satu-satunya: Keselamatan di dalam Yesus.

Model Pemenuhan
”Model ini menawarkan satu teologi yang dapat memberikan bobot yang sama kepada dua keyakinan dasar Kristiani…bahwa kasih Allah itu universal, diberikan kepada semua bangsa, namun kasih itu juga pertikular, diberikan secara nyata di dalam Kristus Yesus” (Knitter, 2000:73)

Bagi model ini, agama-agama memiliki nilai yang tidak mungkin diabaikan. Karena itu umat Kristiani perlu berdialog dengan mereka. Dalam dialog ini, umat Kristiani bukan hanya sekedar memberitakan Injil.

Beberapa pokok penting dari model ini adalah:

- Agama Merupakan Jalan Keselamatan. Rahmat Allah bekerja di dalam agama-agama. Allah menawarkan pengorbanan diriNya di dalam dan melalui kepercayaan, perbuatan, dan ritual agama-agama lain. Kehadiran Tuhan dapat dirasakan dalam agama. Karena itu, agama bisa menjadi ”jalan keselamatan”. Agama-agama non Kristen dapat menjadi jalan positif untuk menemukan hubungan yang benar dengan Tuhan dan karena itu memperoleh keselamatan, suatu jalan yang positif masuk dalam rencana keselamatan Tuhan .
- Kristen Anonim. Semua rahmat adalah anugerah Kristus. Jika rahmat Tuhan, yaitu kehadiran Tuhan yang penuh kasih, memenuhi kodrat dan sejarah kita, itu karena Yesus Kristus. Setiap pemeluk agama yang mengalami rahmat kasih Allah di dalam agama mereka masing-masing, sudah terhubung dengan dan berorientasi kepada Yesus, yang adalah representasi dari tujuan rahmat kasih Allah yang maha sempurna. Mereka yang dianugerahi di dalam dan melalui agama mereka sendiri sudah menjadi Kristiani tanpa nama Kristiani. Mereka adalah umat Kristiani anonim.
- Keterbatasan Gereja dan Agama-Agama Lain. Pemahaman tentang karya penyelamatan Allah melalui Yesus membuka berbagai wawasan baru maupun berbagai keterbatasan baru. Gereja bukanlah satu-satunya ’pulau’ keselamatan dan kebenaran di tengah-tengah lautan kehancuran dan dosa. Gereja harus mewujudkan dan memperjelas secara nyata apa yang sudah ada di dalam agama-agama. Artinya, tujuan gereja bukanlah menolong manusia dan meletakkan mereka di jalan baru (walaupun sering diperlukan) tetapi menghilangkan kabut sehingga memampukan manusia melihat lebih jelas dan merasa lebih aman dalam perjalanan. Oleh karena itu, agama-agama lain, dengan semua kebenaran dan kebaikan yang mungkin mereka miliki, harus menjalankan peran: menyiapkan jalan, mendorong manusia agar mempersiapkan diri untuk melangkah masuk dan bergabung dengan komunitas Kristiani! Saat agama-agama lain berjumpa dengan agama Kristiani, maka semua agama itu harus ’minggir’ dan menyediakan jalan bagi Yesus. Di hadapan Yesus, semua agama kehilangan validitas mereka – atau, menyempurnakan validitas itu.

Model Mutualitas

Model Mutualitas memiliki pokok pandangan utama yaitu bahwa kasih Allah yang universal itu membawa konsekwensi semua agama adalah benar. Dengan demikian, dialog dimungkinkan untuk mendapatkan manfaat bersama.
Untuk dapat melakukan dialog dengan baik, model ini menawarkan jembatan yang dapat dipakai: jembatan filosofis historis, jembatan religius mistik, dan jembatan etika praktis.

Model ini menafikan keyakinan dasar partikularitas Yesus yang membawa konsekwensi bahwa tidak ada jalan lain. Bila kita menggunakan model ini, maka kita tidak bisa tidak kehilangan ciri Kristiani kita dan menganggap semua sama.

Model Penerimaan
Model ini menekankan keseimbangan dan kesetaraan antar agama. Bahwa masing-masing memiliki kebenaran yang setara, namun tidak absolut. Kebenaran absolut hanya ada pada Tuhan saja. Memang ada perbedaan-perbedaan. Justru karena perbedaan-perbedaan itu tidak mungkin disatukan, kita harus menerima satu sama lain.
Model ini membawa dampak yang baik bagi hubungan antar agama, namun dampak yang buruk bagi pengembangan dan pelaksanaan tugas Kristen yang secara jelas dinyatakan dalam Alkitab: “… jadikan semua bangsa muridKu” (Matius 28:19-20).

Model Yang Dipilih: Pemenuhan

Dari pembahasan model-model di atas, saya memilih Model Pemenuhan. Model ini menurut saya adalah yang paling cocok untuk diterapkan dalam konteks kemajemukan Indonesia.
Dengan latar belakang agama-agama besar di Indonesia (Islam, Kristiani, Hindu, Budha, Konghucu, dll), konsep Model Pemenuhan ini paling cocok diterapkan, dengan beberapa alasan di bawah ini:

a.Bahwa model ini tidak menghilangkan partikularitas Yesus sebagai ciri utama kekristenan. Bagi orang Kristen, Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan, bagaimanapun kelompok-kelompok Kristen memahami pokok ini. Bahwa agama lain memiliki konsep yang berbeda tidaklah membuat kita harus meniadakan kebenaran yang kita percayai. Di sinilah justru pokok teologi terhadap iman kita diuji.

b.Bahwa dalam model ini, kita mempercayai bahwa Allah bekerja lebih luas dari agama Kristen, dalam bentuk apapun yang Allah mau, untuk menyatakan kasihNya. Justru karena kasih-Nya itulah Ia memberikan jalan keluar dari kejatuhan manusia dalam dosa. Dan jalan keluar itu adalah melalui Yesus Kristus.

c.Bahwa sekalipun demikian, kita tetap dapat dan harus mengembangkan dialog dengan penganut agama-agama lain. Justru dialog ini menjadi menarik karena kita mendialogkan pokok-pokok teologis dalam ranah iman masing-masing. Untuk dialog yang demikian memang justru kita memerlukan pokok iman Kristen secara lebih jelas.

d.Bahwa keberagaman agama di Indonesia tidaklah perlu dibenturkan dengan keyakinan agama masing-masing. Dialog dan kerukunan dapat dibangun dengan kesepahaman tentang pluralitas yang ada, kesediaan untuk menerima perbedaan, dan saling menghormati.
Dengan beberapa alasan di atas, adalah baik bila kita memakai Model Pemenuhan sebagai acuan dasar kerangka dialog. Bahwa setiap orang berhak untuk menentukan pilihan terhadap keyakinan mereka sendiri, hal itu tetap dimungkinkan dalam model ini.

Implementasi
Bagaimana menerapkan model ini dalam konteks Indonesia? Implementasi model ini dapat dimulai dengan mengembangkan dialog yang terbuka dan saling menghargai antara umat Kristiani dan umat beragama lain. Ranah sosial kemasyarakatan merupakan wadah yang baik untuk mengembangkan dialog.

Bila hal ini dapat terwujud, maka dialog dapat dikembangkan pada ranah teologis: bagaimana agama-agama memandang tentang keselamatan akhir. Dalam hal ini, kita mendapat kesempatan untuk menyampaikan iman kita, dan orang lain berkesempatan untuk menyampaikan iman mereka. Dengan demikian jurang pemisah, seperti yang dikatakan oleh Mega Hidayati , dapat terjembatani dan dialog terwuud dalam suasana saling menghormati dan menghargai.

DAFTAR PUSTAKA


Hidayati, Mega
2008 Jurang di antara Kita: Keterbatasan Manusia dan Problema Dialog dalam Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: Impulse/Kanisius
Knitter, Paul F.
2008 Pengantar Teologi Agama-Agama. Yogyakarta: Kanisius
Rahner, Karl
1978 Foundations of Christian Faith. New York

Penyembahan Yang Benar

Nats Utama: Yoh 4:20-24

Makna Kata. Istilah ‘penyembahan’ dalam Alkitab berasal dari kata beberapa kata Ibrani dan Yunani, di antaranya: shāḥāh, yang berarti “tunduk, menundukkan kepala, membungkuk; ābhadh, yang berarti kerja, melayani; proskunéō, yang berarti mencium (tangan atau tanah). Secara umum, worship berarti ‘menyembah, menghormati, memberi penghormatan, dalam pikiran perasaan dan tindakan, kepada Tuhan”.

Hal-hal Penting dalam Penyembahan (Yoh 4:20-24)
• Tuhan mencari penyembah/orangnya (ay. 23). Jadi yang dicari Tuhan adalah orang yang memiliki sikap menyembah, bukan semata-mata praktek penyembahan itu sendiri.
• Penyembahan yang benar harus dilakukan dalam roh dan kebenaran (ay.24). Dalam roh berarti dengan keseluruhan diri kita (roh, jiwa, dan tubuh), dan dalam kebenaran berarti kehidupan yang benar dan cara yang benar.
• Penyembahan berkaitan dengan pengenalan kita kepada Tuhan (ay.22). Siapa Tuhan dalam kenyataan hidup Anda, sebesar itulah kapasitas Anda dalam menyembah Dia.
• Miliki kerinduan untuk lebih dekat dengan Tuhan, menikmati persekutuan denganNya.
• Penyembahan bukan masalah tempat (ay. 20-21). Dimanapun, kita dapat menyembah Tuhan.

Penyembahan Dalam Penerapan Praktis Pribadi

• Seringlah memuji Tuhan dengan lagu-lagu yang lembut dan mengagungkan Tuhan.
• Sediakan waktu khusus untuk menyembah Tuhan; mulailah dengan memberikan waktu sekitar 15 menit, kemudian secara berkala tambahlah.
• Latihlah menyembah Tuhan dengan berhenti menyanyikan lagu dan mengucapkan kata-kata sendiri dengan nada, misalnya: Haleluya, terpujilah namaMu, hatiku bersyukur, Engkau baik, dll
Penyembahan Dalam Penerapan Praktis Bersama
• Dalam Ibadah biasanya disediakan waktu untuk menyembah Tuhan secara spontan, manfaatkanlah waktu tersebut, jangan berdiam diri atau menunggu yang lain. Untuk ‘pemula’, pakailah kata-kata seperti point 3 di atas.
• Keluarkan suara dengan volume yang hampir sama dengan yang lain.
• Ikuti flow of worship (aliran keras lembutnya nada penyembahan bersama).
• Tujukan hati dan penyembahan Anda kepada Tuhan, tidak perlu malu kepada teman sekitar.

Filsafat Neo Marxisme

PENDAHULUAN

Pembahasan mengenai filsafat-filsafat yang berkembang di dunia ini sangat beragam. Mulai dari pandangan-pandangan dari para filsuf awal seperti Plato, Aristoteles, Socrates, sampai filsuf-filsuf jaman pertengahan dan jaman modern ini. aliran-aliran filsafat telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan jaman. Masing-masing aliran menyampaikan gagasan utamanya, yang bila dirunut lebih jauh kita akan menemukan bahwa mereka berfilsafat sebagai respon terhadap keadaan yang berkembang di masyarakat pada jamannya.
Pada kesempatan ini kami akan menyampaikan salah satu aliran filsafat kontemporer, yaitu aliran Neo-Marxisme. Dalam Apa yang dimaksud dengan aliran Neo-Marxisme? Lalu apa bedanya dengan Marxisme itu sendiri? Apa pokok pikiran aliran ini dan apa sumbangsihnya bagi perkembangan ilmu filsafat? Semua pertanyaan ini akan kita dapatkan jawabannya dalam makalah ini.

LATAR BELAKANG ALIRAN NEO-MARXISME

Filsafat Neo Marxisme (atau yang sering disebut ‘Teori Kritis’) adalah aliran filsafat Kontemporer yang berdasarkan filsafat Marx, dan melampaui Marx dalam menghadapi masyarakat industri maju. Mazhab Frankfurt, demikian aliran ini biasa disebut, didirikan oleh Felix Weil tahun 1923, seorang anak pedagang gandum yang kaya dan juga seorang sarjana dalam bidang ilmu politik.
Secara umum, latar belakang filsafat Neo-Marxisme merupakan reaksi terhadap ‘kebanggaan’ atas keberhasilan pembangunan fisik sedangkan di sisi lain masyarakat mengalami kekosongan jiwa sebagai produk kapitalisme. Sejak jaman pencerahan (abad 19), industrialisasi telah mengubah wajah dunia dengan mesin-mesin industri massal yang menggantikan peran manusia. Apa yang semula dikerjakan oleh tangan manusia diganti dengan mesin. Dalam perkembangan awalnya memang hal ini menjanjikan sebuah dunia baru di mana manusia dipermudah dan disejahterakan. Namun di balik semua keberhasilan industrialisasi dan modernitas tersebut, terjadi dampak yang tidak dapat dihindari, yaitu alienasi manusia; manusia mengalami keterasingan baik dengan lingkungan maupun dirinya sendiri.
Di samping itu, paham kapitalisme yang digagas Barat sangat mempengaruhi perilaku manusia. Individualisme menjadi hal yang tak terelakkan. Semua orang mengejar pemenuhan kebutuhan dan kenyamanan pribadi. Persaingan bebas yang dimaksudkan sebagai stimulus untuk kemajuan telah menjadi bumerang bagi perkembangan kejiwaan manusia. Manusia menjadi lebih peduli terhadap kepentingannya sendiri, bahkan kalau perlu sampai mengorbankan kepentingan orang lain. Yang terjadi adalah siapa dapat menguasai, dialah yang menikmati.
Dalam fenomena tersebut, ada sisi manusia sebagai makhluk sosial yang diabaikan. Hubungan antar manusia tidak lagi dipandang sebagai relasi antar pribadi, tetapi telah menjurus kepada relasi kepentingan. Ada sesuatu yang hilang dalam hubungan tersebut, yaitu sisi sosial. Benarlah komentar yang mengatakan, “…produksi tidak [lagi] ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi kebutuhan manusia diciptakan dan dimanipulasi demi produksi.” (Misnar Munir, 2000:68) Inilah yang disebut kekosongan jiwa.
Dalam keprihatinan akan gejala inilah aliran filsafat Neo-Marxisme ini muncul dan memberikan sumbangsih bagi kemanusiaan yang sesungguhnya.

MARXISME SEBAGAI DASAR

Pondasi teori Marxisme terangkum dalam tiga tema besar: Pertama adalah filsafat Materialisme, asas pokok filsafat ini, berdiri tegak di atas landasan Materialisme dialekika dan Materialisme historis. Kedua, politik ekonomi. Pembahasan yang paling urgen dalam masalah ini yaitu pandangan meterialisme dalam teori nilai laba atau keutungan, beserta segala yang terkait dengan hal itu; baik rentetan yang mempengaruhi kondisi sosial masyarakat. Ketiga; konsep ketatanegaraan dan pendangan revolusi. Teori marxisme ini yang kemudian dikembangkan oleh Noe-Marxisme.
Marx menegaskan bahwa komunisme adalah penghapusan hak milik, alienasi diri manusia. Komunisme tidak lain adalah kembalinya manusia kepada fitrahnya sebagai makhluk sosial. Marx menegaskan bahwa: 'komunisme sebagaimana suatu perkembangan penuh naturalisme adalah humanisme', selanjutnya ditandaskan bahwa 'sebagaimana suatu perkembangan penuh humanisme adalah naturalisme'. Dalam Thesis On Feuerbach, dikatakan bahwa: 'Para filsuf selama ini sibuk menafsirkan dunia, pada hal yang terpenting adalah bagaimana mengubah dunia'. Filsafat harus bersifat praxis, tidak untuk berpangku tangan melainkan berfungsi terapheutik bagi terciptanya humanisme.

POKOK PIKIRAN NEO-MARXISME

Pokok-pokok pikiran dari Noe-Marxisme adalah sebagai berikut:

1. Filsafat bukanlah sekedar kontemplasi, yaitu sebuah perenungan tentang sesuatu yang jauh dari realitas kehidupan. Bagi kaum Neo-Marxisme, filsafat dipahami sebagai sebuah pemikiran tentang hal-hal yang menyangkut kehidupan nyata kita sekarang ini. Jadi, filsafat haruslah ‘mendarat di bumi’ dan bukan hanya tentang sesuatu di awan-awan yang tidak ada hubungannya secara langsung dengan kenyataan kehidupan.

2. Filsafat seharusnya mengubah masyarakat, suatu upaya pembebasan manusia dari belenggu sebagai akibat dari pekerjaannya. Butir-butir pernyataan filsafat adalah sesuatu yang dikemukakan dan memiliki implikasi bagi peningkatan harkat kemanusiaan. Klaim-klaim yang dikemukakan oleh filsafat adalah klaim-klaim yang membuka pemahaman baru tentang sesuatu yang pada gilirannya mengubah kehidupan.

3. Objek analisis filsafat seharusnya adalah masyarakat saat ini, bukanlah masyarakat masa lalu. Setiap filsuf mengemukakan tesisnya berkenaan dengan kondisi masyarakat pada jamannya, sekalipun klaim-klaim yang dikemukakan dapat merupakan klaim-klaim universal dan melintasi waktu.

4. Suatu aufklaerung (pencerahan) yang menyingkapkan tabir kegelapan, yaitu upaya menyadarkan manusia tentang kemajuan semu masyarakat industri yang dehumanisasi.

5. Dengan pandangan bahwa revolusi mengakibatkan hal yang lebih “mengerikan” dan suasana “represi” yang lebih jahat, Neo-Marxisme menolak perubahan yang revolusioner.

Gagasan-gagasan Marx, terutama karya-karya awal menjadi landasan teori kritisisme Neo-Marxisme diproyeksikan sebagai upaya untuk membongkar eksploitasi permanen kapitalis tua sekaligus melepaskan manusia dari eksploitasi manusia atas manusia. Marxisme direinterpretasikan secara kontekstual sesuai dengan perkembangan kapitalisme tua. Marxisme diteropong melalui ancangan baru. Unsur psikoanalisa dan kebudayaan, historisitas dikawinkan dengan basis ekonomi Marxisme ortodoks.

Mazhab Frankfurt menerangkan inti Teori Kritis dari tiga tesis, yaitu;

1. Mempunyai pijakan khusus sebagai pedoman bagi tindakan manusia, penerangan dalam bertindak, dan pembebas manusia sebagai tindakan yang sadar.

2. Mempunyai kandungan kognitif; teori bentuk-bentuk pengetahuan.

3. Secara epistemologis berbeda secara essensial dengan teori-teori dari alam (Positivisme). Perbedaannya adalah, dalam Positivisme adalah “Objektifikasi”, sedangkan dalam Mazhab Frankurt adalah “Reflektif”.

Meskipun Neo Marxisme eksistensinya berdasar pemikiran Marx, ada beberapa pemikiran Marx yang ditinggalkan, yaitu;

1. Pertentangan buruh (proletariat) dan kapitalis (borjuis) kehilangn relevansi. Analisa kelas kehilangan makna sebab proletariat terintegrasi ke dalam sistem. Analisa kelas juga kehilangan semangat revolusioner sehingga revolusi menjadi tidak berguna.

2. Kritik terhadap ekonomi kapitalis diganti dengan kebudayaan teknokratis secara menyeluruh. Marxisme sangat menentang kapitalisme dengan mengemukakan kebobrokan dampak yang ditimbulkannya. Tetapi dalam Neo-Marxisme, yang lahir dalam era teknologi, penekanannya lebih kepada kehidupan masyarakat yang teknokratis.

3. Neo-Marxisme menolak dogma inti dari Marxisme, yaitu perkembangan ekonomi menuju ke arah penghapusan masyarakat berkelas. Marxisme memiliki cita-cita untuk menghapus kelas-kelas dalam masyarakat dengan pemerataan dalam perekonomian. Neo-Marxisme mengakui keberbedaan dan penghargaan kepada mereka yang berhasil karena berusaha dengan sungguh-sungguh, tanpa menafikan sisi sosial masyarakat.


CIRI-CIRI NEO-MARXISME

Ciri-ciri Neo-Marxisme seperti dikemukakan oleh Ben Angger antara lain adalah sebagai berikut:
1. Teori sosial kritis bertentangan dengan positivisme yang menyatakan bahwa sains harus menjelaskan hukum alam. Sebaliknya teori kritis percaya bahwa masyarakat ditandai oleh historisitas (selalu mengalami perubahan).
2. Positivisme membedakan masa lalu dan masa kini yang ditandai oleh dominasi, eksploitasi, dan penindasan, sedangkan teori sosial kritis menghubungkan masa lampau, masa kini dn masa depan.
3. Teori sosial kritis berkeyakinan bahwa struktur dominasi diproduksi oleh kesadaran palsu manusia dan dilanggengkan oleh ideologi.
4. Teori sosial kritis berkeyakinan bahwa perubahan dimulai dari kehidupan sehari-hari dalam keluarga dan tempat kerja.
5. Teori sosial kritis menggambarkan hubungan antara struktur dan manusia secara dialektis, serta menolak dominasi ekonomi.
6. Teori sosial kritis menolak bahwa kemajuan hanya dapat diraih melalui pengorbanan kebebasan dan hidup manusia. Mereka berkeyakinan bahwa manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas kebebasan mereka agar tidak menindas yang lainnya demi masa depan.

Bagi para penggagas Neo-Marxisme, “kemajuan” peradaban manusia perlu ditinjau ulang. Hal-hal yang harus ditinjau ulang antara lain:
1. Bukan kebutuhan yang menentukan proses produksi, tetapi kebutuhan diciptakan agar produksi terjual dengan memakai iklan. Bila ini terjadi, maka manusia telah ‘melayani’ kemajuan sehingga manusia tereksploitasi untuk memenuhi tujuan kemajuan itu sendiri. Padahal kalau kita perhatikan dengan cermat, seharusnya kemajuan itu ‘melayani’ kebutuhan manusia, meningkatkan harkat dan martabat manusia.
2. Teknologi berkembang menurut hukumnya sendiri, terlepas dari kontrol manusia. Seharusnya manusialah yang memiliki otoritas terhadap teknologi, bukan manusia bagi teknologi melainkan teknologi bagi manusia.
3. Industri barang-barang konsumtif menawarkan kebahagiaan semu dan manusia tergantung pada banyak benda. Perilaku konsumtif telah membuat manusia merasa bahwa dengan memiliki lebih banyak barang, ia akan meras lebih bahagia. Tetapi kebahagiaan sejati bukanlah berasal dari benda, melainkan justru dari dalam diri manusia itu sendiri. Hukum kepuasan mengatakan bahwa semakin sering suatu kebutuhan dipenuhi akan semakin menurun tingkat kepuasan terhadap kebutuhan itu.
4. Manusia bekerja untuk konsumsi, bukan untuk mencukupi kebutuhan. Modernisasi telah ‘membius’ manusia untuk terus-menerus mengejar produksi teknologi. Kebutuhan primer menjadi tidak lagi realistis relatif, yang pada akhirnya membuat manusia tidak pernah merasa cukup.
5. Teknologi modern tidak memanusiakan manusia, tetapi memperbudak. Manusia dipacu untuk mengimbangi teknologi. Manusia bukan lagi menjadi tuan melainkan hamba dari teknologi.
6. Kelancaran sarana-sarana tidak meningkatkan komunikasi antar manusia, melainkan mengisolasi. Sekarang ini sudah terlalu banyak eliminasi terhadap hubungan antar manusia. Sedikit contoh: Mesin ATM telah menggantikan kontak langsung antara nasabah dengan pegawai bank. Sistem mesin penjawab telah menghilangkan relasi personal. Sudah terlalu banyak bidang kini dikuasai oleh mesin dan bukan oleh manusia.

TOKOH NEO-MARXISME DAN AJARANNYA

Dalam aliran Neo-Marxisme ini ada beberapa tokoh yang penting, di antaranya adalah Max Horkheimer, Theodor W. Adorno, Herbet Marcuse, dan Jurgen Habermas.
Dua tokoh pertama, yaitu Horkheimer dan Adorno bersama-sama menulis sebuah buku Dialektik der Aufklaerung. Isinya adalah kritik terhadap rasio kritis. Pencerahan bertujuan utnuk membebaskan manusia dari ketakutan dan membangun kebebasannya. Pencerahan merupakan proyek penyingkiran mitos-mitos dalam terang akal budi. Point-point yang dikemukakan antara lain:
a. Bagi mereka mitos dikenali sebagai isapan jempol yang selain tidak masuk akal, juga dalam sejarahnya, telah menindas masyarakat tradisional.
b. Pencerahan (seperti dikemukakan oleh Kant) adalah kebangkitan manusia dari ketidakmatangan dirinya. Ketidakmatangan adalah ketidakmampuan untuk menggunakan pemahaman dirinya tanpa petunjuk orang lain.
c. Pengembangan ilmu dan teknologi modern dalam masyarakat melalui sistem pendidikan, ekonomi, dan industri cepat atau lambat akan mengusir mitos-mitos tersebut jauh-jauh dari benak mereka. Namun dalam kenyataannya, sejarah ilmu dan teknologi juga berubah menjadi mitos baru.
d. Dominasi pada masa kapitalisme lanjut dapat dilacak dari ide Yunani awal tentang bagaimana orang (subyek) dapat menguasai dunia (obyek). Adorno dan Horkheimer mengembangkan konsep industri budaya yang mengacu pada dunia hiburan dan media massa.
Sedangkan Herbert Marcuse mengkritik perkembangan masyarakat industri modern. Dikatakannya bahwa hal tersebut telah membawa berbagai permasalahan yang tidak mudah dipecahkan dan menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup umat manusia di masa depan. Setelah perang dunia, teknologi modern dijadikan tumpuan harapan untuk kemajuan. Suasana seperti ini telah mendorong pertumbuhan kapitalisme. Segala segi kehidupan diarhkan hanya pada satu tujuan: peningkatan kapitalisme. Oleh karena itu masyarakat menjadi tidak sehat, represif (menindas, menekan), dan mengurusi segala-galanya.
Tokoh terakhir yang kita soroti adalah Jurgen Habermas yang masih hidup smpai sekarang. Menurutnya, filsafat Neo-Marxisme awal terlalu sepihak ketika menanggapi situasi yang berubah. Beberapa hal yang ditegaskannya antara lain:
a. Bahwa teori tidak dapat dilepaskan dari praksis.
b. Pengetahuan tidak pernah bebas dari nilai. Sikap teoritis selalu diresapi dan dijuruskan oleh kepentingan tertentu.

KESIMPULAN
Setelah kita menelusuri seluk beluk aliran filsafat Neo-Marxisme ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa aliran ini, dari sisi tujuan berfilsafat tidak dapat digolongkan kepada salah satu golongan, melainkan dalam mengemukakan klaim-klaimnya, aliran ini menggunakan baik tradisional, analitis, maupun eksistensial.
Bahwa aliran ini memberikan kontribusi penyeimbang bagi kemanusiaan tidak dapat disangkal. Sekalipun setelah kejatuhan komunisme, banyak yang mempertanyakan relevansi aliran ini, sumbangan-sumbangan pemikiran dari para tokohnya tidak dapat diabaikan begitu saja. Justru kehadiran aliran ini menolong kita untuk selalu ‘mawas diri’ terhadap semua yang mungkin secara absolut telah kita anggap sebagai kebenaran.
Esensi dari nilai-nilai kehidupan dipertanyakan kembali dan dibuka untuk menemukan kesejatian dalam makna kehidupan, yang pada gilirannya akan meningkatkan harkat kemanusiaan.
Perlu dikemukakan beberapa kekuatan teori ini. pertama teori ini mendorong sikap kritis masyarakat terhadap dampak kapitalisme dan kebahagiaan masyarakat industri (Barat) adalah kebahagiaan yang semu. Yang tidak kalah pentingnya adalah bawa produksi yang dikembangkan unutk menciptakan kebutuhan baru akan melahirkan sikap konsumtivisme.


DAFTAR PUSTAKA
Agger, Ben, Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan Implikasinya (diterjemahkan oleh Nurhadi) Yogyakarta, Kreasi Wacana:2003
Geuss, R., Ide Teori Kritis: Habermas dan Mazhab Franfurt (diterjemahkan oleh Robby H Abror), Yogyakarta, Panta Rhei Books:2004
McCarthy, T., Teori Kritis Jurgen Habermas, Yogyakarta, Kreasi Wacana:2006
Peffer R.G, Marxism, Morality, and Social Justice. Princeton University: 1990.

Merindukan Janji Tuhan

“…Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem … menantikan janji Bapa… Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak alma lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus” (Kis 1:4-5)

PENELUSURAN DATA:
 Janji ini demikian penting, seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus “…adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi… Aku akan mengutus Dia kepadamu” (Yoh 16:7).

Karena peranNya dalam hidup orang percaya dan dunia:
1. Mendampingi/menyertai (Yoh 14:16-17)
2. Menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16:8)
3. Memimpin kepada seluruh kebenaran (Yoh 16:13)
4. Memberitakan hal-hal yang akan dating (Yoh 16:13)
5. Mengajar dan mengingatkan firman (Yoh 14:25)

 2 Petrus 1:3: Roh Kudus dianugerahkan sehingga kita dimampukan untuk hidup saleh.

 Janji itu menjadi nyata bagi murid-murid Tuhan
1. Kis 2:4;17 : Roh dicurahkan, penuh Roh Kudus
2. Kis 4:31 : penuh Roh Kudus
3. Kis 8:17-18 : menerima Roh Kudus
4. Kis 10:44-46 : karunia Roh Kudus dicurahkan
5. Kis 11:15 : Roh Kudus turun

 Petrus menyimpulkan: Kejadian tersebut mengingatkan dia akan perkataan Tuhan: Yohanes membaptis dengan air, tetapi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus”.
Roh turun atas keluarga Kornelius = atas para rasul = janji Bapa = perkataan Yohanes = firman Tuhan!

 Apa yang dikatakan Petrus tentang penuh Roh Kudus?

1. Mereka penuh Roh – bukan mabuk oleh anggur (Kis 2:15)
2. Ini adalah penggenapan nubuat nabi Yoel (Kis 2:16).
Maka:
 Bernubuat
 Mendapat penglihatan
 Mendapat mimpi Kis 2:17-21, Yoel 2:28-32
 Mukjizat terjadi
 Keselamatan bagi yang percaya
 Yang terjadi saat mereka dipenuhi Roh Kudus:

1. Berbahasa lain (Kis 2:4)
2. Memberitakan firman Allah dengan berani (Kis 4:31)
3. Ada sesuatu yang terlihat (Kis 8:17-18)
4. Berbahasa roh dan memuliakan Allah (Kis 10:44-46)
5. Berbahasa roh dan bernubuat (Kis 19:6)

 Mengapa tidak banyak dialami? Apa yang harus dibuat?
Ketika Petrus berapi-api berkhotbah, orang banyak sangat terharu (Kis 2:37). Mengapa? Karena mereka menyadari bahwa kebenaran sedang dibukakan di mata mereka, sesuatu yang sangat berkebalikan dengan apa yang mereka pikirkan selama ini.

 Jawaban Petrus terhadap pertanyaan: Apa yang harus kami perbuat, adalah jawaban bagi kita yang memiliki pergumulan yang sama: BERTOBAT (PERUBAHAN CARA BERPIKIR).

 “maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus”
 Pikiran adalah benteng (2 Kor 10:5) manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Maka Paulus berkata, “…kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus.”

 Janji ini bagi siapa saja – sampai kita hari ini (Kis 2:39)

BAGAIMANA MENGALAMI JANJI ITU?
Hanya ada satu hal yang penting: SIKAP HATI!
Murid-murid menantian janji itu dengan hasrat yang kuat – mereka merindukan janji itu menjadi nyata, karena mereka menganggap janji itu begitu penting.
Apakah kita memiliki kerinduan yang kuat untuk janji Tuhan tersebut menjadi nyata dalam hidup kita? Pada waktu Tuhan Yesus naik ke sorga, ada 500 orang yang menyaksikan. Ia meminta mereka semua untuk menantikan janji Bapa. Tetapi apa yang terjadi, mereka yang berkumpul untuk berdoa hanya kira-kira 120 orang (Kis 1:15). Kemana yang 380 orang?

Ketika mereka mendapat janji itu, mereka tidak tahu kapan janji itu mereka terima. Ya, memang kita sekarang tahu bahwa 10 hari kemudian, Tuhan mewujudkan janjiNya. Tetapi bukankah belum tentu 10 hari? Apakah kita dapat menentukan kapan Tuhan harus bekerja? Mungkin bukan 10 hari, tetapi waktu yang lebih lama dari itu! Apakah kita akan seperti mereka yang 380 orang?

Sikap hati yang benar adalah sikap yang percaya akan janji Tuhan, kapanpun penggenapannya. Justru dengan kerinduan yang kuat, kita akan kuat. Tanpa kerinduan yang kuat, kita akan melemah.

Bila Anda rindu dipenuhi Roh Kudus, tetaplah rindukan itu, karena Ia yang berjanji lebih rindu memberikannya bagi Anda. Milikilah antusiasme dan semangat sementara memantikan janji Tuhan!

Mengalami Berkat Tuhan

Oleh: Dwi Agus Priono

“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu ditambahkan kepadamu.” (Matius 6:33)

Setiap orang pasti ingin mengalami berkat Tuhan. Namun tidak banyak yang sungguh-sungguh memahami kehidupan dalam berkat Tuhan itu. Menemukan kebenaran dalam Alkitab tentang hidup dalam berkat Tuhan akan menolong kita untuk memahami dan mengalaminya.
 Klausul “maka semuanya itu akan ditambahkan …” merupakan anak kalimat yang menunjuk kepada hal-hal yang dicari oleh manusia: makanan, pakaian, kebutuhan, dll. Ini merupakan sesuatu yang menyertai, yang ‘ditambahkan’ dari Allah Bapa bagi setiap orang yang melakukan pokok kalimat.
 Kata “carilah” mengindikasikan suatu usaha secara sadar dari manusia untuk menemukan/ mendapatkan sesuatu dengan sungguh-sungguh.
 Itulah sebabnya, kita harus memahami apa yang dimaksud dengan “Kerajaan Allah” dan “kebenarannya”, yang merupakan pokok utama kalimat tersebut.
“Kerajaan Allah”
 “kerajaan”  hal yang berhubungan dengan raja; menjadi raja, hal pemerintahan raja
 “Kerajaan Allah”  Allah memerintah sebagai Raja
 Allah menjadi Raja atas hidup orang percaya; otoritas yang memegang kendali kehidupan
 Ini berarti: ada kesediaan orang percaya untuk tunduk kepada Alalh sebagai raja yang memiliki otoritas atas hidupnya.
“kebenarannya”
 Berarti “kebenaran Allah”, yang berhubungan dengan kebenaran-kebenaran sehubungan dengan kehendak Allah,  kebenaran-kebenaran di dalam Kerajaan Allah.
 Di dalam kerajaan Allah, ada kebenaran-kebenaran, misalnya kebenaran tentang tabur tuai, iman, kuasa, doa, dll.
 Ini adalah “an integrated truth”, kebenaran yang menyeluruh, tidak saling terlepas, dan merupakan kesatuan. Misalnya, dalam Matius 5:23 >< 24, persembahan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi damai dengan sesama juga mendapatkan perhatian.
 Matius 23:23  yang satu harus dilakukan, yang lain jangan ditinggalkan!
Wujud ke-Raja-an Allah (Ulangan 28:1-46; pokok ay 1-2, 13b-15,45)
Karena kerajaan Allah dimengerti sebagai otoritas Allah dalam kehidupan orang percaya, maka perwujudan dari ‘merajakan Allah’ dalam kehidupan ditandai dengan kesediaan tunduk dalam kehendak Allah.
Kesediaan untuk mencari Kerajaan Allah dinyatakan dalam:
1. Mendengar suara Tuhan  hati sedia tunduk pada Firman Tuhan,
 Menerima Firman Tuhan seutuhnya dalam hubungan dengan Allah, manusia dan diri sendiri (semua segi kehidupan).
 Senantiasa memeriksa diri apakah keberadaan kita sesuai dengan Firman Tuhan dalam hubungan-hubungan itu.
2. Melakukan dengan setia segala perintah: totalitas dalam seluruh hubungan itu.
 Perkenanan Tuhan adalah hal terpenting dalam kehidupan!
Mengalami Berkat Tuhan
Apa itu berkat Tuhan? Kebanyakan orang berpendapat: suatu keadaan tanpa kekurangan, secara umum berarti kaya/sukses – mereka yang diberkati pasti memiliki kehidupan yang enak! Ini menimbulkan asumsi: Hidup enak berarti diberkati Tuhan!
Bila demikian, ukuran diberkati Tuhan bergeser:
dari PERKENANAN TUHAN  apa yang dimiliki.
Bagaimana dengan, misalnya:
 Orang yang kaya tetapi suka berprasangka dan menghakimi orang lain?, atau
 Orang yang merasa selalu benar dan pihak lain selalu salah?, atau
 Orang yang selalu berusaha hidup benar tetapi dalam ukuran masyarakat umum ‘tidak diberkati’? dll
Berkat Tuhan berarti: Perkenanan Tuhan atas hidup seseorang, terlepas apakah orang tersebut menikmati ‘tambahan’ atau sekedar biasa saja bahkan mungkin kurang”.(cf. Paulus – Flp 4:12).
Mazmur 133:13
Berkat Tuhan diperintahkan ke tempat di mana ada kerukunan dalam kebersamaan. Kesediaan untuk menerima seorang akan yang lain, yang merupakan hati Tuhan (pikiran dan perasaan Tuhan Yesus – Flp.2:5) adalah kunci kerukunan dalam kebersamaan (Roma 15:1-7).
Penutup
Anda ingin mengalami berkat Tuhan, biarkan hidup anda berkenan di hadapan Tuhan. Suatu totalitas/keseluruhan segi kehidupan yang dipersembahkan kepada Tuhan. Tuhan Yesus sudah menguduskan kita oleh darah-Nya, biarlah hidup kita juga senantiasa dikuduskan dalam ketaatan kepada firman-Nya. Alami berkat Tuhan!

Agama Kristen dalam Pandangan orang-orang Islam pada masa Muhammad



Oleh: Dwi Agus Priono

Pendahuluan
Untuk memahami sikap yang diambil oleh orang-orang Islam terhadap kekristenan, maka kita perlu memulai dengan Muhammad dan Alquran. Memang sikap Islam dewasa ini tidak sekedar ‘menjiplak’ dan mengulang apa yang disampaikan dalam Alquran karena telah mengalami asimilasi dengan pemikiran teologi Islam yang berkembang, namun garis besar teologi mereka tellah termaktub dalam Alquran sejak awalnya.
Saat yang menentukan dalam kehidupan Muhammad adalah ketika ia mengakui Allah tidak hanya sebagai satu-satunya Pencipta, tetapi juga sebagai Hakim yang pada jaman akhir akan mengumpulkan semua orang untuk menghakimi perbuatan-perbuatan mereka. Allah-lah satu-satunya penguasa yang layak mendapatkan sembah dan puji dari manusia. Tidak ada ilah lain selain Allah.
Muhammad menyadari bahwa pahamnya itu terdapat juga dalam ajaran Yahudi dan Kristen. Pada jaman Muhammad, pemikiran Kristen sedang berkembang dan memperluas daerah pengaruhnya sampai ke Arab. Muhammad terpanggil membawa pemikiran ini di kalangan teman-temannya yang masih menyembah berhala. Sebagaimana Allah mengutus nabi-nabi kepada orang-orang yang tidak percaya dan menyuruh mereka mengabarkan agama-Nya (Din) kepada mereka itu, maka ia berpendapat bahwa ia diutus Allah untuk mengabarkan kebenaran di antara orang-orang Mekkah, yang kepada mereka belum pernah diutus seoraqng nabi pun.
Tetapi semakin besar jumlah jemaat yang mengikutinya, Muhammad terpaksa mengakui bahwa pertama-tama orang Yahudi dan kemudian juga orang Kristen tidak bersedia mengakui dirinya sebagai saudara seiman mereka. Orang Yahudi tidak mau mengakuinya sebagai nabi.
Pertentangan dari pihak Yahudi terutama karena alasan politis, sedangkan dari pihak Kristen adalah masalah dogmatis. Akibatnya, rasa permusuhan utama diarahkan kepada Yahudi dan bukan kepada Kristen. Simpati Muhammad semula lebih kepada orang Kristen daripada Yahudi. Ketika tahun-tahun pertama kenabiannya, saat Mekkah menjadi genting, maka sebagian jemaat Muhammad memutuskan untuk mengungsi ke Etiopia, yang merupakan negara Kristen.
Di sisi lain, pertemuan-pertemuan Muhammad dengan orang-orang Kristen mula-mula tampaknya bersifat ramah. Dikisahkan bahwa pada waktu Muhammad masih muda, ia diperintahkan oleh majikannya (yang akhirnya juga menjadi istrinya, Chadijah) untuk mengadakan pembicaraan tentang hal-hal yang berhubungan dengan kekristenan. Hal ini terbukti dari salah satu perintah Muhammad kepada pengikutnya supaya bersikap ramah, terutama kepada orang Kristen[1].
Perubahan Sikap
Sikap yang ramah dan bersahabat ini lambat laun berubah menjadi lebih dingin. Sebab utamanya adalah karena alasan-alasan dogmatis. Persoalan utama dari sikap ini adalah pribadi dan arti Yesus Kristus. Muhammad tidak dapat memahami mengapa orang-orang Kristen menyebut Yesus sebagai Tuhan dan Anak Allah[2]. Muhammad benar-benar yakin bahwa orang Kristen telah salah dengan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah, sesuatu yang menurut Muhammad tidak mungkin dan tidak pernah dikatakan oleh Yesus sendiri.
Namun harus ditegaskan bahwa Muhammad tidak pernah secara sungguh-sungguh mempelajari pengakuan iman Kristen terlebih dahulu dan kemudian menyanggahnya. Sebenarnya ia tidak memahami doktrin Kristen dan juga Trinitas dengan benar. Hal ini terlihat jelas seperti dalam polemik tentang Allah yang beranak[3]. Hal dogma kelihatannya tidak terlalu penting di mata Muhammad, tetapi justru praktek hidup dan sikap doa orang Kristenlah yang mendapat sorotannya. Hal ini disebabkan ia melihat orang-orang berdoa di dengan gambar dan patung Yesus. Dengan demikian, ia berpikir bahwa tidak ada bedanya dengan rekan-rekannya dahulu yang menyembah patung/berhala. Sanggahan penting lainnya adalah berkenaan dengan peristiwa penyaliban dan kematian Yesus.
Berkenaan dengan keberatan Islam terhadap Tritunggal, adalah tugas kita untuk menjelaskan bahwa sebutan Anak Allah tidaklah dimaksudkan secara jasmaniah atau dalam pengertian biologis.
Di samping semua keberatan yang dikemukakan, kita harus lebih teliti melihat bagaimana sebenarnya Muhammad memandang Yesus (dalam Alquran: Isa) dan Maryam. Terhadap keduanya, justru kita mendapati bahwa Muhammad (dan juga Alquran) menjunjung tinggi dan memberikan tempat khusus yang patut dicermati. Penyifatan sebagai ‘Isa ibn Maryam’ atau ‘al-Masih (Isa) ibn Maryam’ yang biasanya diberikan kepada Kristus itu memperlihatkan betapa tingginya penghargaan yang diberikan kepada Maria dan Yesus oleh orang Islam[4].

Kesimpulan
Setelah menelusuri perkembangan pemikiran Muhammad terhadap kekristenan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa situasi yang dihadapi oleh Muhammad sebenarnya adalah kekristenan yang kurang alkitabiah. Pada awal perjumpaan Muhammad dengan kekristenan, sebenarnya ia melihat kekristenan sebagai kebenaran. Namun pada perkembangan berikutnya, ia mendapati bahwa ada hal-hal yang menurutnya tidak benar telah dipraktekkan oleh orang Kristen (sekalipun itu tidak mewakili keseluruhan kekristenan yang benar).
Muhammad berjumpa dengan kekristenan yang menyimpang, yang merupakan sekte-sekte yang tidak mengikuti doktrin yang benar. Hal ini nampak dari kisah-kisah tentang Yesus yang justru tidak terdapat dalam Injil Kanonik, seperti perbuatan-perbuatan Yesus di masa anak-anak.
Kemudian kita juga mendapati bahwa Islam generasi berikutnya sampai sekarang cenderung memusuhi kekristenan dan menentang ajarannya. Hal ini dapat dimengerti karena pemahaman mereka tentng konteks pembicaraan dalam Alquran tidak dipahami dengan benar. Terbukti pada serangan mereka terhadap doktrin Tritunggal dan sebutan Anak Allah bagi Yesus.
Namun demikian, bagaimanapun mereka bersikap, tetap ada pelajaran yang baik untuk kita perhatikan. Pertama, kita harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan saudara-saudara kita umat Muslim tentang iman Kristen. Hal ini menuntut peningkatan kemampuan kita dalam berapologet. Kesediaan untuk memahami pola pikir mereka penting untuk dipertimbangkan.

Kepustakaan
Alqur’an & Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia, 2000
Azra, Azyumardi, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam, Jakarta:Paramadina, 1999
Jonge, Christiaan, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, Jakarta: STT Jakarta, 1997



[1]   Surah 5:82, yang berbunyi: (Dan demi Allah) sungguh engkau mendapati bahwa manusia yang paling dekat kasih sayangnya kepada para mukmin ialah mereka yang mengatakan bahwa kami ini adalah orang Nashara. Hal itu disebabkan karena sebagian dari mereka adalah para pendeta dan orang-orang yang membulatkan dirinya untuk agama (rahib); dan mereka ini tidak membesarkan diri.
[2]   Surah 9:30 dst menyebutkan keberatan Muhammad terhadap penyebutan Yesus sebagai Anak Allah. Baginya, ini merupakan penyetaraan manusia dengan Allah yang esa, dan dengan demikian tidak dapat diterima.
[3]  Mengenai hal ini, jelas sekali perbedaan antara keberatan Islam terhadap Tritunggal yang mengatakan bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Bahkan ketika mereka mengutarakan hal ini, dalam alam pikiran mereka, Tritunggal yang dimaksud adalah Allah, Maryam Maria), dan Yesus, bukan Allah Bapa, Anak (Yesus), dan Roh Kudus.
[4]  Sebutan ini tertulis dalam surah 19:27. Dengan sebutan itu sendiri sebenarnya kita mendapati bahwa Muhammad mengakui kekhususan Isa sebagai yang lebihd ari sekedar nabi. Bahkan dalam Hadits Sahih Muslim, dikatakan bahwa Isa adalah yang terkemuka di dunia dan akhirat.