Monday, December 21, 2009

Teologia Religionum: Model Apa Yang Cocok Di Indonesia?

Pendahuluan
Penerapan prinsip-prinsip teologia dalam kehidupan kekristenan dalam hubungannya dengan masyarakat secara luas memiliki persoalan tersendiri. Kita menyadari bahwa ada berbagai perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Salah satunya adalah perbedaan mengenai keyakinan (agama). Ada banyak agama di dunia ini; Kristen, Islam, Hindu, Budha, Konghucu, dan lain-lain. Realitas adanya berbagai agama lain menuntut adanya sebuah pemikiran tentang bagaimana hubungan antar agama itu, dan sekaligus bagaimana kita bersikap terhadap mereka yang menganut agama yang berbeda-beda.

Sebenarnya kemunculan agama-agama yang berbeda telah mulai dari sejak bermulanya kehidupan manusia dan berkembangnya pemikiran tentang makna kehidupan manusia. Knitter (2008:1) mengatakan bahwa sejak saat itu sudah banyak agama yang masing-masing memiliki jawaban tentang ‘yang terakhir’. Perbedaan inilah yang terus berkembang sampai saat ini dan kita melihat kenyataan bahwa hal itu seakan ‘tidak terjembatani’.

Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman agama dan keyakinan. Di tengah perbedaan-perbedaan yang ada, bagaimana seharusnya kita bersikap? Bagaimana kita berteologi dalam hubungannya dengan agama-agama lain? Model mana yang kita pilih yang paling cocok untuk diterapkan di Indonesia?

Melalui kuliah selama satu semester ini, penulis mendapatkan manfaat yang sangat besar, terutama dalam hal bersikap terhadap kenyataan perbedaan itu. Ada banyak model yang telah dipelajari, dan hal ini memberikan dasar untuk menentukan bagaimana saya bersikap terhadap agama lain. Refleksi dari iman Kristiani yang saya anut diuji melalui beberapa model yang telah dipelajari dalam kuliah ini, sehingga nanti pada bagian pembahasan model yang dipilih, saya menyampaikan sikap man saya dengan beberapa alasan pokok yang mendasari sikap saya tersebut.

Ada beberapa model yang ditawarkan oleh Paul Knitter dalam bukunya, antara lain Model Penggantian, Model Pemenuhan, dan Model Mutualitas, dan Model Penerimaan. Model mana yang paling cocok untuk diterapkan di Indonesia?

Melalui paper ini, kita akan melihat sekilas tentang permasalahan teologis dialog antar agama, Model-model teologi agama-agama beserta dasar pemikirannya secara singkat, kemudian memilih model yang paling cocok untuk diterapkan dalam kerangka dialog antar agama di Indonesia beserta alasan-alasannya.

Permasalahan Teologis

Masalah utama dari teologi agama-agama adalah: Apakah dasar yang dipakai sebagai acuan dalam membangun kerangka pikir teologi kita? Teologia agama-agama adalah bagaimana kita merefleksikan secara teologis iman kita terhadap agama-agama lain. Di sini muncul masalah, dari mana kita memulai?

Secara umum ada dua sisi yang penting dalam membangun kerangka pikir teologis kita:

Universalitas kasih Allah
Universalitas kasih Allah dimaksudkan bahwa Allah adalah Allah yang menciptakan seluruh alam semesta ini. Karena itu, Ia tidak mungkin tidak mengasihi semua yang Ia ciptakan. Dalam hal ini, kita menyebutnya sebagai pewahyuan umum (Kej 1-8). Allah menciptakan manusia sesuai dengan ‘gambar dan rupa’ Allah, sehingga Dia pasti menyelamatkan seluruh manusia. KasihNya adalah universal, sebab jika tidak, Ia bukan Allah sesungguhnya.

Partikularitas Yesus Kristus

Namun dalam iman Kristen, kasih Allah yang universal tersebut telah dinyatakan secara khusus di dalam diri Yesus Kristus. Beberapa ayat yang mendukung pernyataan ini antara lain: Yoh 14:6; Kis 4:12, dan lain-lain. Bahwa mereka yang percaya kepada Yesuslah yang diselamatkan. Bagaimana dengan mereka yagn tidak percaya?
Dari hal ini timbul permasalahan, bagaimana kita memandang agama lain bila diperhadapkan dengan iman kita? Kalau kita menekankan universalitas kasih Allah, maka kita harus menerima adanya keselamatan di luar Yesus. Tetapi kalau kita menekankan partikularitas Yesus, bagaimana dengan keselamatan orang yang beragama lain yang memiliki kehidupan lebih baik dari hidup orang-orang yang percaya kepada Yesus?

Karena itu, Knitter menawarkan beberapa model pendekatan teologi agama-agama yang akan kita kritisi secara singkat, dan kemudian kita ambil mana model yang paling cocok untuk konteks Indonesia.

Model-Model Paul Knitter: Uraian Singkat dan Telaah Kritis

Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai model-model teologi agama-agama yang ditawarkan oleh Knitter :

Model Penggantian

Pokok utama model ini adalah adanya keyakinan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Yesus. Knitter (2008:21) menuliskan “Pada akhirnya – atau, sesegera mungkin – Allah menghendaki hanya satu agama, agama Allah: agama Kristiani.” Kasih Allah memang universal, namun kasih itu diwujudkan melalui Yesus Kristus yang partikular dan singular. Ada empat pilar utama dalam teologi model ini, yaitu: Alkitab adalah petunjuk utama bagi perilaku pengikut Kristus, kehidupan Kristen adalah suatu keputusan mengikut Yesus, Yesuslah yang membawa perbedaaan dalam kehidupan, karena itu mereka memiliki komitmen untuk berbagi rahmat kepada sesama.
Model ini menganggap agama-agama lain tidak berarti dan tidak memiliki sesuatu yang penting untuk dipertahankan. Karena itu tidak ada dialog dalam pandangan model ini. Dialog yang dimungkinkan adalah hanya untuk memberitakan kebenaran satu-satunya: Keselamatan di dalam Yesus.

Model Pemenuhan
”Model ini menawarkan satu teologi yang dapat memberikan bobot yang sama kepada dua keyakinan dasar Kristiani…bahwa kasih Allah itu universal, diberikan kepada semua bangsa, namun kasih itu juga pertikular, diberikan secara nyata di dalam Kristus Yesus” (Knitter, 2000:73)

Bagi model ini, agama-agama memiliki nilai yang tidak mungkin diabaikan. Karena itu umat Kristiani perlu berdialog dengan mereka. Dalam dialog ini, umat Kristiani bukan hanya sekedar memberitakan Injil.

Beberapa pokok penting dari model ini adalah:

- Agama Merupakan Jalan Keselamatan. Rahmat Allah bekerja di dalam agama-agama. Allah menawarkan pengorbanan diriNya di dalam dan melalui kepercayaan, perbuatan, dan ritual agama-agama lain. Kehadiran Tuhan dapat dirasakan dalam agama. Karena itu, agama bisa menjadi ”jalan keselamatan”. Agama-agama non Kristen dapat menjadi jalan positif untuk menemukan hubungan yang benar dengan Tuhan dan karena itu memperoleh keselamatan, suatu jalan yang positif masuk dalam rencana keselamatan Tuhan .
- Kristen Anonim. Semua rahmat adalah anugerah Kristus. Jika rahmat Tuhan, yaitu kehadiran Tuhan yang penuh kasih, memenuhi kodrat dan sejarah kita, itu karena Yesus Kristus. Setiap pemeluk agama yang mengalami rahmat kasih Allah di dalam agama mereka masing-masing, sudah terhubung dengan dan berorientasi kepada Yesus, yang adalah representasi dari tujuan rahmat kasih Allah yang maha sempurna. Mereka yang dianugerahi di dalam dan melalui agama mereka sendiri sudah menjadi Kristiani tanpa nama Kristiani. Mereka adalah umat Kristiani anonim.
- Keterbatasan Gereja dan Agama-Agama Lain. Pemahaman tentang karya penyelamatan Allah melalui Yesus membuka berbagai wawasan baru maupun berbagai keterbatasan baru. Gereja bukanlah satu-satunya ’pulau’ keselamatan dan kebenaran di tengah-tengah lautan kehancuran dan dosa. Gereja harus mewujudkan dan memperjelas secara nyata apa yang sudah ada di dalam agama-agama. Artinya, tujuan gereja bukanlah menolong manusia dan meletakkan mereka di jalan baru (walaupun sering diperlukan) tetapi menghilangkan kabut sehingga memampukan manusia melihat lebih jelas dan merasa lebih aman dalam perjalanan. Oleh karena itu, agama-agama lain, dengan semua kebenaran dan kebaikan yang mungkin mereka miliki, harus menjalankan peran: menyiapkan jalan, mendorong manusia agar mempersiapkan diri untuk melangkah masuk dan bergabung dengan komunitas Kristiani! Saat agama-agama lain berjumpa dengan agama Kristiani, maka semua agama itu harus ’minggir’ dan menyediakan jalan bagi Yesus. Di hadapan Yesus, semua agama kehilangan validitas mereka – atau, menyempurnakan validitas itu.

Model Mutualitas

Model Mutualitas memiliki pokok pandangan utama yaitu bahwa kasih Allah yang universal itu membawa konsekwensi semua agama adalah benar. Dengan demikian, dialog dimungkinkan untuk mendapatkan manfaat bersama.
Untuk dapat melakukan dialog dengan baik, model ini menawarkan jembatan yang dapat dipakai: jembatan filosofis historis, jembatan religius mistik, dan jembatan etika praktis.

Model ini menafikan keyakinan dasar partikularitas Yesus yang membawa konsekwensi bahwa tidak ada jalan lain. Bila kita menggunakan model ini, maka kita tidak bisa tidak kehilangan ciri Kristiani kita dan menganggap semua sama.

Model Penerimaan
Model ini menekankan keseimbangan dan kesetaraan antar agama. Bahwa masing-masing memiliki kebenaran yang setara, namun tidak absolut. Kebenaran absolut hanya ada pada Tuhan saja. Memang ada perbedaan-perbedaan. Justru karena perbedaan-perbedaan itu tidak mungkin disatukan, kita harus menerima satu sama lain.
Model ini membawa dampak yang baik bagi hubungan antar agama, namun dampak yang buruk bagi pengembangan dan pelaksanaan tugas Kristen yang secara jelas dinyatakan dalam Alkitab: “… jadikan semua bangsa muridKu” (Matius 28:19-20).

Model Yang Dipilih: Pemenuhan

Dari pembahasan model-model di atas, saya memilih Model Pemenuhan. Model ini menurut saya adalah yang paling cocok untuk diterapkan dalam konteks kemajemukan Indonesia.
Dengan latar belakang agama-agama besar di Indonesia (Islam, Kristiani, Hindu, Budha, Konghucu, dll), konsep Model Pemenuhan ini paling cocok diterapkan, dengan beberapa alasan di bawah ini:

a.Bahwa model ini tidak menghilangkan partikularitas Yesus sebagai ciri utama kekristenan. Bagi orang Kristen, Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan, bagaimanapun kelompok-kelompok Kristen memahami pokok ini. Bahwa agama lain memiliki konsep yang berbeda tidaklah membuat kita harus meniadakan kebenaran yang kita percayai. Di sinilah justru pokok teologi terhadap iman kita diuji.

b.Bahwa dalam model ini, kita mempercayai bahwa Allah bekerja lebih luas dari agama Kristen, dalam bentuk apapun yang Allah mau, untuk menyatakan kasihNya. Justru karena kasih-Nya itulah Ia memberikan jalan keluar dari kejatuhan manusia dalam dosa. Dan jalan keluar itu adalah melalui Yesus Kristus.

c.Bahwa sekalipun demikian, kita tetap dapat dan harus mengembangkan dialog dengan penganut agama-agama lain. Justru dialog ini menjadi menarik karena kita mendialogkan pokok-pokok teologis dalam ranah iman masing-masing. Untuk dialog yang demikian memang justru kita memerlukan pokok iman Kristen secara lebih jelas.

d.Bahwa keberagaman agama di Indonesia tidaklah perlu dibenturkan dengan keyakinan agama masing-masing. Dialog dan kerukunan dapat dibangun dengan kesepahaman tentang pluralitas yang ada, kesediaan untuk menerima perbedaan, dan saling menghormati.
Dengan beberapa alasan di atas, adalah baik bila kita memakai Model Pemenuhan sebagai acuan dasar kerangka dialog. Bahwa setiap orang berhak untuk menentukan pilihan terhadap keyakinan mereka sendiri, hal itu tetap dimungkinkan dalam model ini.

Implementasi
Bagaimana menerapkan model ini dalam konteks Indonesia? Implementasi model ini dapat dimulai dengan mengembangkan dialog yang terbuka dan saling menghargai antara umat Kristiani dan umat beragama lain. Ranah sosial kemasyarakatan merupakan wadah yang baik untuk mengembangkan dialog.

Bila hal ini dapat terwujud, maka dialog dapat dikembangkan pada ranah teologis: bagaimana agama-agama memandang tentang keselamatan akhir. Dalam hal ini, kita mendapat kesempatan untuk menyampaikan iman kita, dan orang lain berkesempatan untuk menyampaikan iman mereka. Dengan demikian jurang pemisah, seperti yang dikatakan oleh Mega Hidayati , dapat terjembatani dan dialog terwuud dalam suasana saling menghormati dan menghargai.

DAFTAR PUSTAKA


Hidayati, Mega
2008 Jurang di antara Kita: Keterbatasan Manusia dan Problema Dialog dalam Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: Impulse/Kanisius
Knitter, Paul F.
2008 Pengantar Teologi Agama-Agama. Yogyakarta: Kanisius
Rahner, Karl
1978 Foundations of Christian Faith. New York

No comments:

Post a Comment